Langit baru saja usai melukis punggung malam dengan syair-syair bermadah. Untukmu. Duhai, bujang beliaku. Hari ini bertambah sudah seturus usiamu. Semoga berkah tetap mengiringi langkah. Dan semoga cinta berbalut kebaikan senantiasa ada.
Bundamu ini, duhai bujangku. Sungguhlah orang tiada berpunya. Hanya bisa menyapukan sesentuh rasa. Di mata beningmu yang berkaca-kaca. Di punggung kurusmu yang terguncang lelah. Dan di ketika kesedihan tak mampu kau-utarakan dengan kata-kata.Â
Bujangku. Kita tlah menjelajah nyaris sejuring pipi dunia. Bersama-sama menaklukkan segala gelebah. Meniadakan serentang aral yang datang merintang. Kuambil separuh hatimu untuk kekuatan. Kaubawa separuh jiwaku demi keteguhan.
Bujangku, tak cukup waktu dan berlembar-lembar buku. Sekadar untuk mengurai kisah perjalanan. Selayak harapan dan doa-doa yang tak pernah penuh. Dijejal dan dituangkan ke dalam sebuah tempayan.
akhirnya,
allahumma thowwil umuurona
wa shohhih ajsaadana
wa nawwir quluubana
wa sabbit iimaananaa
wa ahsin a'maalaanaa
wa wassi' arzaqonaa
amiin, ya rabbal alamin...
***
Malang, 20 januari 2019
Lilik Fatimah Azzahra
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H