"Hallo... Ini siapa? Seorang kekasih ataukah pecundang? Kalau kekasih aku ingin memberikan seluruh hati. Kalau pecundang akan kutendang sampai ia jatuh terjengkang!" aku membuka percakapan pagi itu, Ara. Pagi yang tiba-tiba terasa begitu indah.
Terdengar sahutan dari seberang. Suara khas yang renyah. Diiringi gelak tawa.
Begitulah.Â
Kami mengawali hari dengan hal-hal yang tidak biasa.
------
Semalam gerimis tidak saja membasahi pipi. Tapi juga hati. Dan aku seperti biasa terpekur di dalam kamar memeluk sunyi.Â
"Jangan meratap!" Itu suara dia. Suara laki-laki yang belakangan mengusik hari-hariku.
Kau benar sekali, Ara. Aku sepertinya sedang jatuh cinta.
Pohon Ara yang tumbuh di belakang rumah, yang kuajak bicara rantingnya bergoyang sedikit. Menggugurkan satu helai daunnya tepat di atas kepalaku. Seolah ingin menegaskan sendiri apa yang sedang berkecamuk di dalam benakku.
***
Ara, bolehkan aku melanjutkan cerita?