Wah, ada apa lagi ini? Kisah horor?
Bukan. Ini seputar kolaborasi menulis yang pernah terjadi antara beberapa fiksianer. Sebuah antologi cerpen yang mengangkat tema dunia orang-orang pinggiran.
Mengapa judulnya harus Iblis Setengah Malaikat? Eits, jangan salah. Meski terkesan seram, kumcer ini mengetengahkan kisah yang inspiratif. Mengandung nilai sisi kemanusiaan yang patut direnungkan, yang banyak kita temui dalam kehidupan sehari-hari.
Sebelum mengintip para 'Ibu' yang menciptakan kumpulan cerpen Iblis Setengah Malaikat ini, ada baiknya kita mengulik sejenak proses kreatifnya terlebih dulu.
Beberapa waktu lalu, dari sebuah obrolan ringan saya dan say Desol lahirlah ide untuk membuat buku kumcer bertema orang-orang pinggiran.
Lagi?Â
Yup. Lagi! Setelah sebelumnya kami sudah pernah melakukannya, yakni menerbitkan buku antaologi berjudul Orang Ketiga bertemakan pergulatan batin para perempuan. Kala itu proyek tersebut hanya diikuti oleh 4 fiksianer.
Kali ini kami ingin 'bermain' dengan lebih banyak penulis. Dengan mengangkat tema cinta orang-orang kecil yang terlihat amat sederhana namun sesungguhnya tidaklah sederhana dalam pikiran kita.Â
Dan hal yang paling menakjubkan bagi kami berdua adalah, meski tanpa bertemu muka, hanya melalui japri-japrian, proyek buku ini mendapat respon positif yang akhirnya berhasil menjaring 8 fiksianer.
Setelah tema disepakati, langkah awal kami berdua adalah; menerima cerpen karya teman-teman dalam bentuk file. Kerja keras dimulai dari sini. Kami harus menyeleksi secara ketat cerpen-cerpen tersebut sebelum dikirim ke meja redaksi penerbit dengan melakukan self editing terlebih dulu. Dan proses self editing ini memakan waktu sekitar 1 bulan.Â
Lama juga ya. Tentu saja! Kami musti bolak-balik merevisi ulang setiap karya yang masuk. Membenahi dan mengeksekusi cerpen-cerpen yang alur maupun tata bahasanya berantakan. Kami benar-benar total melakukannya. Sampai bermalam-malam tidak tidur. Demi supaya hasilnya maksimal dan sedikit meringankan tugas editor penerbit yang akan membidani kelahiran kumcer ini.Â
Oh, ya buku kumcer Iblis Setengah Malaikat ini kami percayakan kepada Penerbit Jentera Pustaka di bawah asuhan Mbak Liez Ardian.
Yuk, sekarang kita mengulik siapa-siapa saja para fiksianer yang telah berkenan ikut andil dalam kumpulan cerpen keroyokan ini.
Prof. Pebrianov
Adalah seorang kompasianer senior yang sengaja kami culik demi memberikan sepatah dua kata dalam lembaran awal buku kumcer ini. Ulasan dan support positif beliau meluncur hangat melalui untaian kalimat yang tersusun rapi. Tentu saja kami menghaturkan terima kasih tak terhingga kepada laki-laki pemalu yang pernah menjadi pasangan fenomenal say Desol di ranah fiksi pada beberapa abad silam di negeri Kompasiana iniÂ
Inilah cuplikan pembuka dan penutup yang disampaikan oleh Profesor yang baik hati dan tidak sombong tersebut.
Ketika Pembaca Diajak Menjadi Saksi
Sebuah cerpen yang dilahirkan seorang penulis selalu menghadirkan suatu kisah. Kalaupun kisah itu diinspirasi oleh pengalaman nyata, ranah cerpen tetaplah sebuah fiksi karena ada muatan imajinatif si penulis yang menghidupkan tulisan.
Kumpulan cerpen di buku ini hasil perkelahian batin delapan orang penulis. Mereka adalah Lilik Fatimah Azzahra, Desy Desol, Latifa Maureen, Tutut Setyorinie, Alm.Wahyu, Yuni Astra, Sari, dan Al-Difaqi.
Setiap penulis membawa cara perkelahian batinnya. Ada yang terlihat sadis, pemegang efek kejutan, pembawa romantisme cinta, pengolah humor namun sejatinya adalah kritik dan perenungan, penyaji realitas, pengintip lorong khidupan, dan lain-lain. Silakan Anda membaca semua cerpen ini untuk mengetahui pemilik setiap cara. Atau, justru setelah pembaca menjadi saksi, kemudian memiliki pemikiran sendiri tentang masing-masing penulis berkelahi dan melahirkan kehidupan fiksinya. Bila hal itu bisa dilakukan, maka Anda layak disemat sebagai pencinta cerpen yang kritis.
Selamat membaca dan menjadi saksi!Â
 -----
Sekarang mari kita intip cuplikan kisah yang terangkum dalam kumcer setebal 148 halaman ini.
(Lilik Fatimah Azzahra-Senja, Jalan Panjang Menuju Cinta)
Astuti terjengah. Rasa hangat menjalari sekujur tubuhnya yang selama ini berasa mati. Jiwanya yang semula hanya melayang-layang serupa kepingan awan di udara mulai meluruh. Hatinya tiba=tiba menghangat.Â
Perasaan apa ini?Â
Ia mendengar suara tangis bayi. Lalu, tangis itu berubah menjadi celoteh. sekejap kemudian celoteh itu berubah menjadi tawa riang.
"As, ini anakmu. Senja Ryanti. Ia sudah bisa berjalan." Itu suara Mbak Yun.
"As, lihatlah ia. Ryanti-mu. Ia memanggil-manggilmu Ibu!" Itu suara Bang Rahman. Silih berganti suara-suara itu berdengung. Berputar-putar memenuhi kepala Astuti.
"As, aku Ryan!"
Deg! Bagai terjatuh dari atap langit, tubuh Astuti terjengkang. Â
 ------
(Desol-Miranda)
Kini aku sedikit mengerti, mengapa Ibu tidak pernah mengizinkan aku meninggalkan warung, mengikutinya berbelanja ke pasar, bermain kelereng bersama anak-anak lainnya, atau sekadar bermain layang-layang. Itu semua karena aku berbeda. Aku tidak sama seperti anak-anak-anak lainnya. Â Bahkan Ibu tidak pernah mengharapkan kelahiranku. Aku idiot.
 O, Miranda benar! Ibu jahat!
"Ibu, hentikan! Aku tak ingin mati! Tolong, Bu!"
Dipegangnya kepalaku dan itu lebih menyakitkan, sepertinya Ibu hendak meremukkannya. Aku mengambil apa pun di sekitarku untuk menghentikan Ibu.
-----
(Latifa Maureen-Cinta untuk Clara)
"Aku memang sakit dan infertile, tapi aku sangat menyayangi dan mencintai Clara. Dia anakku, permata hatiku. Jika kamu menyayangi Clara, jangan pisahkan Clara dariku."
-----
(Tutut Setyorinie-Iblis Setengah Malaikat)
Ia sadar telah meminum air didih di dasar neraka. Tetapi sekalipun ia mundur, tangannya sudah terlanjur melepuh kepanansan. Maka hari itu, lembar pertama di bulan Oktober, telah menambah daftar panjang siksa abadinya di hari pembalasan.
-----
(Alm.Wahyu-Penjara Cinta)
Fiona bahagia hari itu karena telah melakukan hal yang dipandangnya terbaik untuk Ariel kekasihnya sebelum ia pergi. Fiona tersenyum. Ia sudah menyerahkan segalanya kepada Ariel. Ia berharap, sekembalinya dari Berlin, Ariel menepari janjinya untuk segera menikahinya.
-----
(Sari-Jalan Panjang Menuju Reuni)
Tanpa sebab istri Danang menyiramkan semangkuk sup panas ke wajahnya. Wulan menjerit kesakitan. Suasana berubah menjadi gaduh. Danang bergegas menarik lengan istrinya sementara perempuan berhijab merah itu meracau.
-----
(Yuni Astra-Mirna dan Aldo)
Aldo menyesal telah menyakiti hati Mirna. Mengapa ia tidak berterus terang? Bukankah mereka sudah mengikat janji untuk saling menguatkan? Mengapa ia tidak berkata jujur bahwa orang tua Mirnalah yang menginginkan ia putus dari putrinya.
-----Â
(Al-Difaqi-Balong Sayang, Kali Malang)
"Memang apa yang kau harapkan lebih baik dari balong dan kali itu, Gus?"
Aku terdiam. Tapi kemudian aku menyahut,"Ya, minimal kali itu tetap berfungsi sebagai mana masa Emak dan Agus kecil dulu rasakan. Tidak seperti sekarang yang justru jadi tempat pembuangan sampah."
-----
Bagaimana? Anda tertarik dan siap menjadi saksi dari kisah-kisah apik yang sudah kami suguhkan? Â
Jika demikian, mari kita ucapkan bersama-sama:Â Selamat datang duhai Iblis Setengah Malaikat. Di dunia kami yang nyatanya jauh lebih iblis dari dirimu!
***
Malang, 20 Februari 2019
Lilik Fatimah Azzahra
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H