Kau pernah melihatku. Dari jauh. Saat aku menampak sebagai burung Elang. Tapi sebentar kemudian kau terperangah. Ketika aku mengubah diri. Menjadi seekor Merpati.
Saat menjelma Elang, wajahku garang. Segala yang ada di hadapan kuterjang. Dengan sayap-sayap yang lebar bagai kipas. Serta paruh yang tajam mengandung upas. Aku siap melibas. Terutama pada hal-hal yang berbau ketidakadilan. Aku bisa menjadi pembunuh sadis tak berperasaan.
Namun saat aku merupa Merpati. Tatapku lembut penuh kasih. Sayap-sayapku hangat mengayomi. Terutama bagi pemilik cinta yang teraniaya. Aku siap menjadi pelindungnya.
Sekarang. Aku berdiri di hadapanmu. Kau selami saja kedua mataku. Temukan rasa yang sesungguhnya, di antara keduanya. Lalu pilih mana yang engkau suka.
Pada mata burung Elang. Aku menyimpan begitu banyak luka. Juga airmata. Yang dibubuhi serpihan garam bercampur cuka. Kau tak akan sanggup menghiburnya. Bisa-bisa kau ikut tenggelam. Lalu mati sia-sia dalam peluk kubangan.
Pada mata burung Merpati. Aku menyimpan perih yang banyak ditumbuhi onak duri. Kau tak akan mampu mencabuti. Aku khawatir engkau akan terluka. Lalu menyerah. Lalu pergi jauh. Lalu tak pernah kembali lagi. Lalu...
Ah, di hadapanmu. Kepalaku terlalu banyak dipenuhi kata Lalu.Â
Tiba-tiba saja, aku tak ingin menjadi keduanya
***
Malang, 18 Oktober 2018
Lilik Fatimah Azzahra