Apa yang kutakutkan darimu, Desol? Gertakmu tak lebih pedas dari sambal anak bawang. Taringmu tak lebih tadas dari taring seekor bayi macan. Jadi jangan mimpi melihatku menggigil tanpa nyali di pojok kamar seperti yang pernah dilakukan oleh lelaki pemujamu itu.
Lelaki pemuja?
Ahahaha... Jangan menyeringai, Desol! Kau tak bisa sembunyikan skandal memalukan itu dariku. Juga perasaaanmu. Kau sesungguhnya masih sangat mencintai lelaki itu bukan? Lelaki yang merelakan hatinya untuk kau rajam. Lelaki yang jantungnya ikhlas kau hujam. Dan lelaki yang kedua bola matanya siap kau cungkil untuk kau jadikan hiasan manset gaun tidurmu.
Semua rahasiamu ada padaku, Desol! Tak terkecuali tentang rindu kesumatmu pada lelaki itu. Jadi berhentilah menghinaku. Kupastikan bukan aku yang lari terkencing-kencing menangkup malu. Tapi kau! Ya, kau! Kau yang akan merangkak dan mencium kakiku. Mengiba-iba seperti bocah ingusan kehilangan balon kesayangan.
Desol, kau hanya pecundang. Sama pecundangnya dengan lelaki yang mendesah ngilu, yang mengaku tak pernah puas bermimpi menikmati bayang tubuh iblismu.
Jadi malam ini kutanyakan padamu, masih punya nyali-kah kau menghadapiku?
Azzahra
---------
Bah! Puisi gila!
Kalau saja ia tidak ingat, hari ini banyak sekali pekerjaan kantor yang mesti dilemburnya di rumah, perempuan bernama pena Desol itu ingin sekali membanting laptopnya.