Sekalipun ia menegaskan, dirinya bukanlah pahlawan. Atau seorang begawan. Namun aku tak memungkiri. Betapa ia sungguh amat memikat hati.
Untuk menjadi istimewa. Tak harus menjadi jawara. Atau menjelma menjadi raja diraja. Cukup dengan kebersahajaan. Yang terpancar dari hati, terwujud dalam tingkah laku dan kebesaran nurani.
Ia begitu istimewa. Aku sama sekali tak hendak meragukannya. Apalagi sampai menggamangkan. Aku telah menuai bukti. Betapa ia telah mencuri hati.
Ia tidak saja mengirim sepetak asa yang ditanami berjuntai pelangi. Namun juga telah menyemai selaksa bintang kejora. Yang pada setiap ujung-ujungnya ia titip pendar cahaya. Berkilauan. Dikitari gelimang doa-doa.Â
Doa-doa itu begitu indah. Menguar tinggi menuju langit. Menitis titis pada suluh keremangan senja. Menerangi jiwa sekaligus batang usia. Yang kian aus tergerus oleh putaran masa.
Lalu aku melihatnya. Sibuk memilin sulur akar pohon rotan. Untuk menciptakan sebuah anak tangga beralaskan ladam harapan.Â
Usah kau lanjutkan. Berhentilah menambal sulam kenangan. Masukkan saja kenangan-kenangan itu. Ke dalam kotak pandora. Lalu kunci dan lupakan!Â
Lelaki itu. Telah membangunkan tidur panjangku. Ia begitu istimewa. Sungguh. Aku tak sekadar memujinya.
***
Malang, 17 Oktober 2018
Lilik Fatimah Azzahra