Seorang perempuan. Menuang kopi suam-suam. Tanpa gula ke dalam cawan kenangan. Diseruputnya sedikit. Terasa pahit.
Di seberang meja tak jauh dari jendela. Koran pagi masih belum terjamah. Perempuan meletakkan cawan di dekat jambangan tanpa bunga.
Di luar matahari baru saja usai. Menyisir surai-surainya yang kusut masai.Â
Seekor kenari menyelinap dengan mata sembab. Sebab semalam ia tak henti menangisi kekasih yang tak kunjung kembali.Â
Perempuan diam-diam mulai tenggelam. Dalam berita koran yang terpampang di halaman paling depan.Â
Baru saja ditemukan sebuah hati, mati. Bunuh diri.Â
Ah, mengapa mesti terulang kembali? Jika cinta lebih banyak menyakitkan. Mengapa Tuhan masih juga menciptakan? Mengapa tidak saja dimusnahkan?Â
Tentu manusia tlah salah tafsir. Dikiranya Tuhan bukan Maha Pemikir. Pelan perempuan itu bicara sendiri.Â
Kemudian. Ia menutup perlahan lembar koran. Menatap langit yang tiba-tiba saja berubah muram.
Sementara di dekat jambangan. Kenari kecil berhasil menjungkirbalikkan cangkir. Paruhnya yang lancip mencicip kopi yang tumpah mengalir. Pada hitungan ke sekian tubuhnya yang ringkih menggelepar. Tanpa suara iapun mati terkapar.Â
Perempuan menyentuhkan jemari tangan yang lentik. Pada tubuh kaku kenari yang tak lagi berkutik. Setengah mendesah perempuan itu berbisik,"Ini untuk kesekian kali. Aku gagal mati bunuh diri."