Sungguh, ketika menulis artikel ini perasaan saya mengharu biru. Meski saya sudah pernah menceritakan muasal persahabatan kami--sekitar 3 tahun lalu, toh rasa baper tetap saja menyelimuti hati saya.
Tanpa terasa sudah sekian lama saya dan mahluk mungil nan cantik itu menjalin persahabatan. Mulai saat ia masih melajang hingga kini sudah menjadi Ibu dari bayi mungil yang lucu.
Kekhawatiran saya ketika ia menyudahi masa lajangnya, sekitar pertengahan tahun 2016---bahwa persahabatan kami durasinya akan berkurang sebab dia sudah memiliki keluarga, ternyata tidak terbukti. Hingga kini kami masih sering jalan bareng, makan bareng atau sekadar bersenda gurau lewat chat WA. Tidak ada yang berubah.
Saya patut menuliskan perjalanan persahabatan kami ini. Memberi apresiasi kepada 'pohon persahabatan' yang telah kami rawat bersama-sama dengan baik. Dengan cara-cara yang amat menyenangkan tentunya. Sebab bagi kami bersahabat itu harus bersinergi, kedua-duanya harus merasa senang, gembira, nyaman dan bahagia.
Senangkah saya bersahabat dengannya? Tentu saja iya. Perkenalan dan pertemuan kami dalam keadaan sama sekali tidak terduga dan tidak terpikirkan merupakan mukzizat tiada tara.
Gembirakah saya ketika bertemu dan bercakap-cakap dengan dia? Tentu saja. Ia seperti oase di padang gersang. Ketika hati saya sedang galau, berinteraksi dengannya mendadak saya melupakan bahwa saya sedang dilanda kesedihan. Ia pandai membuat saya hanyut dalam keceriaan. Bersamanya sedih dan airmata tidak memiliki kesempatan untuk tinggal berlama-lama.
Perbedaan Keyakinan dan Usia Bukan PenghalangÂ
Ketika banyak orang memperdebatkan dan sibuk mempersoalkan perbedaan keyakinan, kami justru menjalin persahabatan dengan akrab. Dan terbukti kami bisa! Yup, kami memang berbeda keyakinan. Juga berselisih usia terpaut jauh. Saya muslimah. Dia nasrani. Tapi kami sama sekali tidak merasakan adanya perbedaan itu. Kami enjoy menikmati pertemanan kami.
Bagaimana kami memupuk pohon persahabatan yang kami tanam bersama-sama dengan tangan yang berbeda?
Kuncinya adalah saling memahami. Saling menghargai. Sebab kami sadar, berangkat dari menghargai hal-hal kecil--dimulai dari lingkup kita sendiri, maka kelak kami akan tahu bagaimana menghargai hal-hal besar, dalam lingkup yang lebih besar.
Kami selalu menempatkan 'pohon persahabatan' di tempat yang paling tinggi. Menjaga agar pohon tersebut tetap tumbuh subur tanpa terganggu oleh gulma atau parasit yang sama sekali tidak menguntungkan.