"Itu kan dalam kisah pewayangan Kumbakarna mesti menjalani semacam kutukan nendrasan. Tapi dalam dunia nyata ia tetaplah benda mati yang bisa saja ketlisut," Halimah menimpali sembari tersenyum. Kadang perempuan yang berselisih umur tidak terlalu jauh dari suaminya itu merasa geli. Karena pria yang menikahinya lebih dari 30 tahun itu acap kali mencampuradukkan dunia pewayangan yang digelutinya dengan dunia realistis yang dijalani.
"Kumbakarna itu jenis wayang raksasa. Tidak mungkin sampai terselip," Ki Dalang Basuki tetap ngeyel, bersikukuh bahwa  Kumbakarna memang sengaja menghilangkan diri.
Halimah akhirnya memilih mengalah. Ia tahu bagaimana karakter suaminya. Kalau dituruti berdebat bakal tidak rampung sampai pagi.
"Sekarang lebih baik Bapak tidur saja. Bukankah besok masih ada kesibukan mempersiapakan acara ruwatan desa?" Halimah mengulurkan tangan. Membimbing Ki Dalang yang masih juga tidak bisa berhenti memikirkan Kumbakarna.
***
Siapa sebenarnya Kumbakarna?
Dalam kisah pewayangan Kumbakarna digambarkan sebagai tokoh berwujud raksasa. Ia saudara kandung Rahwana.Â
Meski bersaudara Kumbakarna memiliki perangai berseberangan dengan Rahwana. Jika Rahwana dikenal sebagai tokoh wayang yang bengis, maka Kumbakarna sebaliknya. Ia raksasa baik hati. Berjiwa ksatria. Patriot sejati yang tak segan berkorban jiwa raga demi membela tanah air tercinta.
Barangkali sifat-sifat terpuji yang dimiliki oleh Kumbakarna itulah yang membuat Ki Dalang Basuki memperlakukannya sedikit berbeda dari wayang-wayang yang lain. Wayang bertubuh tipis dengan ukiran rumit itu sangat dieman-eman.Â
Dan yang Ki Dalang tidak habis pikir adalah setiap kali melakonkan Kumbakarna di depan geber, ia selalu merasakan dadanya membuncah. Semangatnya ikut berkobar-kobar seolah menyatu dalam diri Kumbakarna.
"Sudahlah. Bapak jangan murung begitu. Rehat dulu nggih, Pak," Halimah mengingatkan sekali lagi.