Dari puisimu aku belajar meramu hujan
Menjerang kata-kata di atas para-para kenangan
Hujan tadi malam yang kau suguhkan
tlah menjelma menjadi kupu-kupu bersayap biru
Hinggap di mataku menorehkan seraut rindu
Aku--dan hujan kupu-kupu mu semalam
terbang menuju langit
Di mana asa dan ketidakberdayaan bertarung sengitÂ
Dari puisimu aku belajar menerjemahkan tarian hujan
Kecak nan rampak
adalah simbol rindu menggelegak
Serimpi nan gemulai
adalah api rindu yang tak kunjung usai
Masih, dari puisimu aku setia menemani hujan
Menyamarkan airmata di sela tempiasnya
Membiarkan gigil merengkuh serpih sedu sedan
Mengikhlaskan mimpi dicumbu bayang kegamangan
Menangislah
Menangislah di sini
duhai jiwa-jiwa mati yang lama berpeluk dingin
Dan, dari puisimu aku belajar memaknai hujan
Hujan yang jatuh menyentuh pucuk-pucuk ranting cemara
Hujan yang bias mengecup pias buram kaca jendela
Hujan yang rela menjadi pelarian hati
para kekasih
yang tak malu mengaku terzolimi oleh c i n t a
***
Malang, 13 Agustus 2018
Lilik Fatimah Azzahra
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H