"Dionnn! Tunggu! Aku lepas baju dulu!" itu suara Miarsih. Miarsih Diandra. Gadis kecil sebelah rumah yang tomboy. Yang kelakuannya lebih petrak dari anak laki-laki mana pun.
"Jangan bugil begitu, Mia! Dadamu kelihatan. Kata Ibu anak perempuan tidak boleh menunjukkan dadanya sembarangan! Kecuali kelak kalau sudah bersuami," ia berseru lantang. Suaranya menggema mengalahkan rinai hujan yang ritmenya merampak bak alunan musik orkestra.
Miarsih Diandra tak menggubris. Ia tetap sigap melepas seragam sekolahnya. Melemparkan tas dan buku-buku di atas amben. Lalu dengan sekali lesat ia sudah berada di belakang Dion.
"Kukira bukan hujan yang mencuri hatimu, Dion. Tapi gadis cilik itu. Ia tentu lebih cantik dari butiran hujan," Ayumi melingkarkan tangannya pada leher tegap lelaki itu. Dari belakang.
"Hujan yang membuat Mia terlihat sangat cantik, Ayumi. Rambut keritingnya menggelantung, basah berkilau. Bibirnya membiru, gemetar menahan dingin. Dan menurutku itu sungguh sangat seksi sekali..." lelaki itu melempar pandang ke arah bunga-bunga sakura yang berubah memutih karena tertutup salju.
"Kalau kau mau...aku juga bisa tampil seksi seperti Miarsih kecilmu itu, Dion. Shower bisa menguyupkan rambutku," Â Ayumi semakin mempererat pelukannya.
Lelaki itu tertawa.
"Shower tidak bisa menggantikan hujanku, Ayumi."
"Apakah itu berarti aku tidak bisa menggeser posisi Miarsih Diandra di hatimu?"
Seketika lelaki itu bungkam. Tak bersuara.
***