Hubunganku dengan Anisa berjalan lancar. Bahkan kedua orang tua kami sudah mencari hari baik untuk meresmikan pernikahan kami. Insya Allah jika tidak ada aral melintang bulan depan usai lebaran kami sudah bisa bersanding di pelaminan.
Jika kalian bertanya bagaimana perasaanku saat ini, aku sulit menjabarkannya. Ada bahagia, haru juga bingung. Bahagia sebab Allah telah memilihkan jodoh terbaik untukku. Haru kerena melihat Emak wajahnya berseri-seri. Demikian juga Aisyah, adik kecilku.Â
Bingung? Nah, yang ini kalian pasti sudah tahu. Benar, ini soal pekerjaan. Hingga detik ini aku belum juga mendapatkannya.Â
Bukan berarti aku pasrah dan tidak mau berusaha. Bukan. Tidak seperti itu. Aku sudah memasukkan bertumpuk lamaran ke pelbagai tempat seperti kantor-kantor, pabrik dan toko-toko yang memajang tulisan; dicari pegawai baru, atau---dibuka lowongan pekerjaan. Tapi nasib baik belum berpihak padaku. Tidak satu pun dari lamaran kerja yang kukirim mendapat balasan. Kalau toh ada respon, paling hanya ucapan terima kasih dan kata "maaf" lowongan telah terisi.
Aku nyaris putus asa dan gamang kalau saja Anisa tidak membesarkan hatiku.
"Bersabarlah sedikit, Dot. Soal jodoh kamu sudah terbukti kuat menahan sabar. Masa soal pekerjaan, tidak?" matanya yang hari itu bebas dari kacamata minus berkejap-kejap lucu.Â
Tapi aku tetap saja murung. Dan kalau sudah begitu, Anisa akan menyitir berbagai kata-kata indah.
"Cinta adalah satu-satunya bunga yang tumbuh tanpa bantuan musim..." sajak Kahlil Gibran dideklamasikannya. Aku menarik napas panjang. Anisa melanjutkan, "Engkau cintaku! Aku mendengarkanmu dari balik lautan dan merasakan sayap-sayapmu menyekaku...." ia berhenti sejenak. Mengamati raut wajahku.
"Sudahlah Anisa. Aku sedang bingung. Please," aku mendesah.
"Kamu marah, ya?" ia meraih kembali kacamata yang tergeletak di atas meja. Lalu membersihkannya dengan ujung hijab perlahan.
"Ya, sudah. Aku pamit pulang dulu. Aku datang ke sini karena calon Ibu mertuaku memintaku untuk membawakan contoh baju abaya buat prosesi pernikahan nanti," Anisa meraih kunci motor dan melambaikan tangan ke arahku.