Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Fiksi Islami Pilihan

Mengejar Lailatul Qadar

30 Mei 2018   18:38 Diperbarui: 31 Mei 2018   03:56 1013
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber : www.thechristianreview.com

Saya melihat orang-orang berlarian. Saling mendahului seraya melantunkan doa-doa indah dan fasih.

Saya lantas melihat ke arah diri saya sendiri. Alangkah kotor dan dekil jiwa dan raga saya. Terlalu banyak jelaga dosa saya biarkan mengerak pada diri saya.

Saya tercenung. Memagut diri di garis paling belakang. Tersalip oleh orang-orang berjubah putih yang terus saja berlari. 

Apa yang mereka kejar? Entahlah. Saya kurang begitu paham. Saya hanya tahu wajah-wajah mereka bercahaya. Tubuh-tubuh mereka menebarkan aroma harum. Dan saya melihat doa-doa mereka berhamburan di sekeliling. Dan doa-doa itu menguar ke angkasa.

Saya ingin sekali belajar merapal doa-doa semacam itu. Doa-doa mustajabah yang dipastikan sampai dengan selamat di tangan para malaikat. Lalu dengan nampan terbuat dari emas doa-doa itu akan dihantarkan ke hadapan Tuhan. Dan dalam waktu sekejap doa-doa itu akan beroleh jawaban, terkabulkan.

Tapi saya sungguh sangat tahu diri. Saya tidak akan mampu melakukan seperti yang orang-orang suci itu lakukan. Saya teramat sangat hina. Kotor dan tidak berguna.

Saya masih saja berjalan dengan langkah tertatih tak tentu arah. Ragu dan harap silih berganti menghinggapi perasaan saya. 

Mungkinkah saya bisa menggapai ampunan Tuhan? Mengingat begitu banyak dosa-dosa yang telah saya perbuat. 

Tuhan itu Maha Pengasih lagi Maha Pengampun. Hati nurani saya berbisik memberi semangat. 

Saya kembali menatap orang-orang berjubah putih yang terus saja berlari meninggalkan saya. Saya sempat menyaksikan mata orang-orang itu basah. Juga kening-kening mereka menghitam membentuk satu bundaran lebar. 

Lalu saya meraba kedua mata saya. Saya merasa begitu malu. Sebab hingga saat ini kedua mata saya masih saja kering.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Fiksi Islami Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun