Masih ingat kasus seorang ibu di Serang-Jawa Barat pada Ramadan 2016 silam? Di mana warung beliau dibongkar paksa oleh Satpol PP setempat gara-gara sang ibu membuka warungnya pada siang hari.
Sekalipun peristiwa penggerebekan tersebut sudah lawas, namun jejaknya masih membekas. Masih terbayang tangisan ibu pemilik warung yang mengiba agar warungnya tidak ditutup, tapi oleh aparat diacuhkan dan tak digubris.
Peristiwa tersebut sempat menjadi viral dan menimbulkan pro kontra di kalangan masyarakat. Sampai salah seorang Intelek Muda Nahdatul Ulama (NU) Safi' Ali, urun bicara. Beliau menyayangkan adanya razia tersebut dengan mengatakan, "Larangan buka warung saat bulan puasa oleh Pemkot Serang justru merusak citra agama Islam dan mengganggu iklim toleransi umat beragama." (Kompas.com 11 Juni 2016)
Ramadan kali ini razia semacam itu pun ternyata masih banyak dilakukan. Di beberapa tempat seperti Banjarmasin, Sampit dan Sumenep di awal-awal puasa, pemkot bersama aparat setempat menyisir warung-warung yang tetap ndableg buka di siang hari. Meski penanganannya tidak sedramatis kejadian di Serang waktu itu.
Pro dan kontra mengenai warung yang buka di bulan puasa memang terus bergulir. Meski sebenarnya tidak harus terjadi.
Saya jadi teringat kejadian beberapa tahun silam saat masih tinggal di kampung sebelumnya-- sebelum pindah ke rumah yang sekarang.Â
Saat itu saya bertetangga dengan seorang pria muslim berumur yang kebetulan memiliki mushalla pribadi. Dia arogan. Kearoganannya kadang menimbulkan rasa kesal di hati kami, para tetangganya yang tinggal berdekatan dengannya.Â
Salah satu contoh sikap arogannya adalah ia tidak mau bertegur sapa dengan tetangga yang tidak melaksanakan sholat berjamaah di mushalla miliknya.Â
Juga terhadap terangga yang berbeda kepercayaan ia terkesan amat membenci. Seolah ia sudah yakin dirinyalah calon penghuni surga satu-satunya.
Dari sikap angkuh dan arogannya tersebut akhirnya banyak tetangga yang menjauhinya.Â
Saya masih belum lupa ketika suatu siang pada bulan Ramadan seperti ini, saat saya pulang dari pasar, secara kebetulan saya berpapasan dengannya.Â