----------
Teguran Irmina bagai buah simalakama. Dalam hati kecil aku berharap ia menyadari bahwa aku memang Rams. Tapi di sisi lain aku ingin rahasiaku tetap terjaga. Tetap aman tidak terbongkar.
Selama perjalanan pulang Irmina tidak berhenti mengomeliku. Ia mengungkapkan kejengkelannya atas sikapku yang dianggapnya sudah sangat keterlaluan.
"Memang apa manfaatnya mendompleng nama besar seseorang yang sudah mati? Kau tidak akan pernah bisa menjadi Rams. Dan Rams bukan dirimu."
"Kau tidak paham kejadian yang sebenarnya, Ir."
"Kejadian apa lagi? Semua sudah jelas!"
"Dengar dulu. Kau tidak tahu apa-apa."
Irmina terdiam sejenak. Tapi kemudian kembali melanjutkan omelannya.
"Entah mengapa seharian ini kau sangat menjengkelkanku, Amar!"Â
"Sudahlah. Kukatakan sekali lag, kau tidak tahu apa yang sebenarnya telah terjadi," aku mulai tersulut emosi.
"Memang ada apa? Kau menyembunyikan apa dariku?"