Kau berdiri di antara kilauan awan. Butiran pelangi jatuh mengenai tebing keningmu.Â
"Berapa usia senja?" tanyamu.Â
"Ia seumuran bianglala," jawabku. Masih. Menuntaskan senyap mengecup dingin.
Lalu kau sibuk menghitung angka angka. "Bianglala, ia tak lebih tua dari rinai hujan," bisikmu. Seraya merapikan bilangan yang berderet panjang, yang berjejal memenuhi lembar pikiran kosongmu.
~
"Apakah senja tak pernah menua?" tanyamu. Lagi. Kujawab, "Senja hanya melepas kulitnya. Ia akan terlahir kembali, seperti bayi-bayi. Menunggu malaikat memperkenalkannya pada dunia."
"Aku ingin menjadi senja," sahutmu. Riang. "Aku ingin terlahir kembali. Untukmu."
~
Senja mendengarmu. Seperti pelangi ia mampir mengecup tebing keningmu. Seperti rinai, ia ikut berharap tuk kesembuhanmu.
"Aku sudah menjadi senja," bisikmu. Ringan. Tanpa beban.