Sepertinya versi kedua-lah yang mengilhami lahirnya Valentine's Day. Sebuah momen yang sebenarnya dipersembahkan untuk mengenang peristiwa tragis yang menimpa seorang budiman bernama Valentinus.
Tidak ada yang salah dari perayaan tersebut. Apalagi tujuannya adalah mulia, yakni mengingatkan sesama agar senantiasa menjalin kasih sayang, saling berbagi, saling peduli dan saling menolong.Â
Namun tidak bisa dipungkiri seiring berkembangnya zaman, pro dan kontra atas perayaan Valentine's Day terus bergulir. Termasuk di negeri tercinta ini.
Apa sebab?
Kiranya perayaan hari kasih sayang dirasa mulai keluar dari batas koridor sebenarnya. Valentine's Day yang semula dimaksudkan untuk memperingati kebaikan budi seseorang, mulai disalahartikan. Dibelokkan. Beberapa hal (baca: perayaan ) yang kerap dilakukan oleh muda-mudi bahkan menjurus ke arah perilaku yang bertentangan dengan norma agama, sosial dan budaya orang timur. Valentine's Day tidak lagi mencerminkan nuansa kasih sayang yang hakiki melainkan lebih ke arah hura-hura dan pesta pora semata.
Lantas upaya apa yang dilakukan untuk meluruskan kembali hakekat hari kasih sayang yang nilai-nilai kearifannya mulai luntur?Â
Barangkali salah satu tindakan yang bisa diterapkan adalah dengan mengajak mereka (paramuda yang menyalahartikan momen Valentine's Day) untuk membaca dan mengkaji ulang sejarah lahirnya hari kasih sayang itu. Menyimak kembali dengan seksama. Serta mengedepankan akal dan budi pekerti yang sehat sebelum salah kaprah menerapkannya.
Selamat Hari Kasih Sayang.Â
Sungguh, saling menyayangi dan berbagi kasih itu indah.
***
Malang, 14 Februari 2018
Lilik Fatimah Azzahra