"Kucing sialan! Lagu sialan!"
Pras mengerem mendadak motornya.Â
Dan ia jatuh terjungkal.
***
Monik mengibas-ngibaskan rambutnya yang masih basah. Matanya melirik ke arah meja makan. Masih rapi.Â
Ia tahu Pras pasti melakukannya lagi. Ngambek tidak mau sarapan. Monik mencibir. Huh. Dasar lelaki. Gengsinya teramat tinggi.
Monik duduk bertopang dagu. Menatap piring di hadapannya yang masih kosong. Kadang ia tidak mengerti mengapa dirinya sanggup bertahan memiliki suami seperti Pras. Pras orangnya pendiam. Keras hati. Rapi. Berbanding terbalik seratus delapan puluh derajad dengan dirinya. Ia ramai. Cerewet dan---pencemburu.
"Kita akan saling melengkapi, Mon. Seperti langit dan bumi..." begitu kata Pras di awal-awal mereka pacaran. Terdengar manis dan indah bukan?
Tapi pada kenyataannya, ketika mereka benar-benar menikah, Pras sepertinya sangat sulit memahami kekurangan Monik. Pras sering mendiamkan Monik apalagi kalau istrinya itu melakukan sesuatu yang tidak disukainya. Salah satu contohnya--- ya, menyanyikan lagu yang menurut Pras cengeng itu.
"Itu lagu favoritku, Pras. Masa aku nggak boleh menyanyikannya? Kan aku juga nggak pernah melarang kamu bolak-balik nonton film lawas itu. Apa judulnya?"
"Cassablanca."
"Iyah, itu."