Sebelumnya saya mengucapkan Selamat Hari Guru bagi seluruh pendidik keilmuan di Indonesia. Semoga tetap sehat, tetap bersemangat berbagi ilmu dan pengetahuan demi kemajuan anak-anak bangsa.
Guru. Profesi  yang  sungguh  luar biasa mulia. Profesi  yang  tak  lekang  dimakan  waktu. Profesi  yang  tak  pandang  usia dan bulu. Siapa  pun  bisa  menjadi  guru---guru  bagi dirinya  sendiri  dan  guru  bagi  orang  lain.
Guru Tidak Harus Mengajar di Sekolah
Membicarakan sosok guru tidak akan ada habisnya. Masih ingat lagu lawas yang dinyanyikan oleh Iwan Fals? Guru Oemar Bakri. Lagu itu pernah hits dan menjadi lagu favorit pada eranya. Lagu yang menceritakan sosok guru sederhana, yang mengabdikan diri sepenuhnya dengan ikhlas demi kemajuan anak-anak negeri sungguh sangat mewakili perasaan para pengabdi dunia pendidikan di kala itu.
Di zaman old, profesi guru merupakan profesi langka dan amat disegani. Itu semua tidak terlepas dari upaya pencapaian menjadi guru butuh perjuangan keras. Saya sendiri pernah mengalaminya. Saya bercita-cita menjadi guru SD. Tapi cita-cita saya kandas karena terbentur masalah biaya. Di zaman saya informasi mengenai beasiswa masih sangat sulit didapatkan. Banyak faktor yang mempengaruhi, salah satunya adalah terbatasnya akses tehnologi sebagai sarana informasi.Â
Meski gagal meraih cita-cita menjadi guru bukan berarti menyurutkan semangat saya. Saya tetap yakin, tanpa mengajar di sekolahpun saya masih bisa berbagi ilmu. Dan alhamdulillah, Allah mengabulkan keinginan saya. Dengan berbekal sedikit ilmu yang saya dapatkan dari bangku SMU, saya membuka les bimbingan belajar di rumah. Alhasil sudah lebih dari 15 tahun saya berkutat menjadi guru. Guru yang nota  bene tidak pernah mengajar di sekolah.
Si Kecil Memilih Cita-cita Menjadi Guru
Berangkat dari kebiasaannya melihat saya mengajar bimbel di rumah, si bungsu yang kala itu masih duduk di bangku kelas 6 SD menyampaikan keinginannya bahwa kelak ia ingin menjadi guru. Keinginannya itu ia tunjukkan dengan giat belajar, suka  ngriwuki  saya saat mengajar. Pernah suatu hari ia membisiki saya, "Ma, aku pinjam murid-murid Mama, ya. Untuk latihan mengajar."
Tentu saja dengan senang hati saya mengizinkan. Apalagi ia memiliki bakat dan kecerdasan luar biasa. IQ-nya lumayan tinggi. Itu terbukti ia masuk kelas akselerasi dua kali. Saat di bangku SMP dan SMU, masing-masing jenjang hanya dijalaninya selama 2 tahun. Dan ia selalu meraih predikat lulusan terbaik di sekolahnya, sekolah paling favorit di Kota Malang.
Ada yang menarik saat ia lulus SMU. Saya diminta menemui Ibu guru wali kelasnya. Beliau mengapresiasi prestasi bungsu saya. Beliau bertanya, "Setelah ini Kharisma akan melanjutkan kemana, Bu?"
Saya menjawab bahwa anak saya ingin melanjutkan kuliah di Univeritas Brawijaya Malang. Ia memilih jurusan Matematika yang bagi sebagian siswa dianggap momok tapi bagi bungsu saya justru menjadi pelajaran favoritnya. Mendengar jawaban saya Ibu wali kelas mengangguk seraya tersenyum. "Saya yakin Kharisma Surya putri akan mampu meraih cita-cita mulianya. Insya Allah dengan kecerdasan yang dimiliki kelak dia bisa menjadi seorang Guru Besar."