Angin malam menderu disertai hujan deras mengampuh. Aku terpekur di sudut kamar. Gelisah. Pikiranku masih tertuju pada bocah bertubuh kurus itu.Â
Bryan.
Beberapa jam lalu ponsel di atas meja terus  berdering, menyampaikan panggilan masuk dari orangtua Bryan. Aku terpaksa berbohong. Kukatakan kalau Bryan masih bersamaku. Membantuku mengerjakan tugas untuk persiapan lomba kelas. Dan aku berjanji sebelum tengah malam, ia sudah aku antar pulang.
Ini sudah hampir tengah malam. Tapi aku belum juga beranjak dari tempat dudukku. Â Aku masih dilanda kebingungan.
Kemana aku harus mencari keberadaan bocah itu ? Bryan menghilang bersama pensil warisan dari kakek. Â Menurut Dirga ia menghilang di dalam kepulan asap hitam.Â
Oh, Tuhan... mengapa dulu aku bersedia menerima pensil itu? Aku sedikit menyesali keputusanku.
 Jlegeerrr!
Petir menggelegar. Membuyarkan kebingunganku.Â
Aku beranjak menuju jendela, menarik daunnya yang berderak-derak tertiup angin.
Mendadak--- seperti butiran salju menempel lekat pada punggung tanganku. Terasa amat dingin.Â
"Miss.Liz, tolong saya!"