Aku terpekur di pojok ruangan. Dadaku terasa sesak. Angel melemparkan ponsel di tangannya tepat ke atas pangkuanku. "Coba katakan sesuatu pada suamimu kalau kau berani," ia menantangku sembari tersenyum sinis. Â
Tanganku gemetar saat menempelkan benda kecil segi empat itu di telingaku.
"Arin? Apa yang terjadi? Kenapa kau tega menjegal Ibu?" terdengar lamat-lamat suara Mas Adel. Nadanya penuh dengan tekanan.
"Mas, kau percaya begitu saja dengan kata-kata sepupumu yang cantik itu? Kau kira aku akan melakukan tindakan sebodoh itu?" suaraku tercekat. Aku agak tersinggung dengan tuduhan Mas Adel yang tidak mengkonfirmasi terlebih dulu kebenarannya. Wajahku tiba-tiba saja terasa panas. Pandanganku beralih pada sosok Ibu mertua yang masih terlentang tak bergerak. Gegas kumatikan ponsel, kubiarkan tergeletak begitu saja di atas lantai.
"Sebentar lagi kau akan diusir oleh Adel dari rumah ini karena telah mencelakai Tante," Angel tersenyum penuh kemenangan. Aku beringsut menghampiri Ibu mertua.
"Jangan sentuh Tanteku!" Angel merangsek maju, menepis lagi tanganku dengan kasar. Kali ini aku melawan. Membalas tepisannya dengan cengkeraman kuat.
"Apa hakmu melarangku menyentuh Ibu suamiku? Sejak tadi kau hanya ribut tanpa melakukan apa-apa. Minggirlah, aku ingin menolong Ibuku. Dan satu lagi, jaga mulutmu agar tidak berteriak-teriak seperti orang kesurupan," ujarku tegas seraya melepaskan cengkeramanku. Angel seketika terdiam.
Aku merengkuh tubuh yang masih diam itu, meletakkan kepalanya di atas pangkuanku dan menyentuh wajahnya yang keriput. Terasa dingin.
"Apa yang Ibu rasakan?" bisikku perlahan. Mata Ibu mertua yang sebelumnya terpejam, perlahan terbuka.
"Hanya pusing sedikit."
"Bisa kau bantu ambilkan air putih?" aku menoleh ke arah Angel yang baru saja berdiri dari jongkoknya. Gadis itu mengernyitkan kedua alis matanya, menatapku nanar. "Kau seenaknya saja memerintahku!"Â