Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Ibu Suamiku [2]

9 September 2017   10:40 Diperbarui: 11 September 2017   19:23 4731
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar : Woman | The accidental blog..-wordpress.com

Aku memilih mengunci diri di dalam kamar, tidak ingin bertemu dengan siapa pun. Termasuk dengan kedua perempuan yang sedang bercengkrama sambil tertawa-tawa renyah di ruang tengah itu.

Entah mengapa tiba-tiba aku merasa sangat kesepian. Aku rindu suasana rumah. Bagaimana kabar Ayah, Ibu dan kedua adikku? Terakhir kali aku mengunjungi mereka dua minggu lalu saat Mas Adel mendapat cuti kerja selama sehari.

"Baik-baiklah di tempatmu yang baru, ya, Nduk. Pandai-pandailah menitipkan diri," pesan Ibu masih terngiang di telingaku. Ketika itu aku mengangguk dengan wajah berseri. Aku ingin meyakinkan pada Ibu bahwa aku pasti akan baik-baik saja. Bukankah ada Mas Adel yang selalu siap menjagaku?

"Ibu suamimu adalah Ibumu juga. Jadi perlakukan ia sebaik kamu memperlakukan Ibumu sendiri," itu pesan Ayah. Lagi-lagi aku mengangguk. Itulah sebab, setiap kali ada sedikit ganjalan di hati berkenaan dengan perlakuan Ibu mertua terhadapku, sedapat mungkin aku mengabaikannya. Aku berusaha memaklumi dan mengalah untuk mempersempit ruang ketidaknyamanan. Aku tidak ingin mengecewakan Ayah dan Ibu yang sudah memberiku kepercayaan penuh.

Tapi menghadapi penghinaan Angel serta perlakuan Ibu mertua terhadapku barusan, membuatku nyaris kehilangan kesabaran.

Terdengar pintu kamar diketuk dari luar---keras. Lamunanku mendadak hilang. Agak malas aku beranjak.

"Rin, kamu meninggalkan tamu begitu saja. Itu sungguh sangat tidak sopan!" Ibu mertua menyambutku dengan omelan begitu daun pintu terkuak. Di belakangnya, gadis bernama Angel itu tersenyum-senyum, mengejekku.

"Apa yang bisa saya bantu, Bu?" aku berusaha bersikap sewajar mungkin. Aku tidak ingin memperkeruh suasana. Karena jika itu sampai terjadi, aku tidak bisa menjamin, apakah aku masih bisa bertahan mengendalikan diri atau tidak.

"Oh, iya, kata Tante, kau berasal dari kampung dan cuma lulusan SMA. Apa benar begitu? Lalu bagaimana bisa Adel yang tampan dan mapan itu jatuh cinta padamu lantas mendadak sontak menikahimu?" Angel menggelandot manja pada lengan Ibu mertuaku. Aku menelan ludah.

"Kukira Arin tidak akan keberatan menceritakan kisahnya pada kita, Angel sayang. Bukan begitu, Arin? Mari kita duduk-duduk ngobrol di ruang tengah. Mumpung Adel sedang tidak ada di rumah. Sebab kalau ia ada---anakku itu tidak akan pernah mau lepas darimu," Ibu mertua menatapku seraya tersenyum tipis. Aku menarik napas panjang.

"Oh, benarkah seperti itu keadaannya Tante? Kenapa si Adel jadi berubah jinak begitu? Apakah ia terkena semacam pelet?" Angel memajukan sedikit bibirnya yang seksi. Demi Tuhan, kalau saja aku tidak meyadari kedudukanku di rumah ini, ingin rasanya aku menampar mulut gadis lancang itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun