Lalu pintu kamar berderit. Ditutup dari luar.
***
Aku tinggal di panti asuhan ini sejak usiaku masih bayi. Setidaknya begitu yang kudengar. Aku ditemukan di dalam sebuah kotak kardus dengan tubuh masih terbelit tali pusar. Kardus itu sengaja diletakkan di depan pintu gerbang panti, entah oleh siapa, tanpa identitas apa-apa, pada suatu pagi menjelang subuh.
Namaku Roy. Itu saja. Nama yang singkat, tanpa ada embel-embel lain. Nama itu pemberian Ibu pengasuh yang bagiku---ia adalah malaikat yang sengaja dikirim Tuhan untukku. Di tangannya aku tumbuh dan bisa terus hidup hingga sekarang.
Oh, ya, tentang penglihatanku, aku mengalami kebutaan sejak lahir. Menurut penuturan Ibu pengasuh, ketika berumur dua bulan, di mana bayi pada umumnya sudah bisa merespon benda-benda didekatnya, aku justru berperilaku sebaliknya. Pandang mataku sama sekali tidak teralih meski ditunjukkan beragam sesuatu ke arahku .
“Saat itulah Ibu menyadari bahwa ada masalah pada penglihatanmu, Roy. Lalu Ibu membawamu ke dokter spesialis mata.”
"Apa kata dokter, Bu?”
“Usai melakukan pemeriksaan dengan teliti, dokter bilang salah satu syaraf matamu yang sebelah kiri masih berfungsi. Kamu bisa melihat asal....”
“Asal apa, Bu?”
“Asal ada seseorang yang bersedia mendonorkan sebelah matanya untukmu.”
“Mendonorkan sebelah mata? Untukku? Mana mungkin itu terjadi...,” sergahku seraya tertawa.