Suatu pengakuan yang benar-benar menggugah simpatiku. Kupandangi wajah Ben lekat-lekat. Kupelajari setiap guratannya.
"Ben, segerakan niat baikmu," aku tersenyum. Memberinya semangat. Ia mengangguk dan membalas senyumanku.Â
Sesaat mata kami bertemu. Lama. Saling bicara.
***
Ben Ikhsan bercerita banyak tentang dirinya. Tentang muasal ia terperosok ke dunia bernama teroris. Dunia yang dielu-elukan oleh pengikut fanatiknya.
"Aku menyesali semua tindakanku, Ra. Aku telah menyia-nyiakan hidupku, masa mudaku. Aku ingin kembali menjadi Ben Ikhsan yang baik."
"Kamu pasti bisa, Ben."
"Ra, meski sudah lama aku bergabung dengan mereka, tapi aku belum pernah sekalipun menyakiti seseorang."
"Aku percaya padamu, Ben."
Dan perbincangan sore itu berlanjut pada sebuah penawaran.Â
"Aku membutuhkan seorang asisten untuk mengelola toko tembikarku ini, Ben. Bersediakah kamu mengisi lowongan itu?"