Zalora, gadis bermata heterochromia itu sesekali menyentuh ujung hidungnya yang memerah. Angin sore berhembus kencang. Menerbangkan butiran salju serupa kapas di udara. Zalora beringsut, membetulkan syal yang melilit pada lehernya.Â
Dari kejauhan ia bisa melihat sosok Rey berlari-lari kecil dengan seikat bunga di tangan. Mata Zalora seketika berbinar.
"Selamat sore, Zalora, gadis bermata pelangi," Rey berkata riang sembari meletakkan bunga perlahan. Zalora tersenyum. Ia merundukkan badan. Disentuhnya bunga kesayangannya itu. Ia menghidu aroma wangi yang bertebaran.
Rey mengatupkan kedua jemarinya.
"Za, mungkin ini September terakhir aku mengunjungimu. Aku harus melanjutkan studiku ke luar negeri. Kamu bisa jaga diri baik-baik, kan?"Â
Tak ada jawaban. Tenggorokan Zalora terasa tercekat. Sebenarnya ia tak ingin Rey pergi meninggalkannya. Tapi ia tak punya keberanian untuk menahan.
"Aku pasti akan kembali mengunjungimu, Za. Dua tahun lagi. Tunggu aku ya..." Rey meletakkan ujung jemarinya pada bibirnya sendiri.Â
Sesaat mata Zalora berubah sedih.
***
Zalora memberi tanda berupa lingkaran pada angka yang tertera di penanggalan. Ini sudah Sepember hari kelima belas. Mengapa Rey tak kunjung datang? Zalora melempar tatap ke luar jendela.
Salju kian menebal. Jalanan didominasi warna putih.