Ilustrasi: id.tubgit.com
Hari semakin gelap. Untunglah langit sedang cerah dan rembulan bersinar terang ditemani bintang-bintang.
Aku mengeluarkan si Coklat dari kandangnya. Hewan itu sudah mulai akrab denganku. Ia menurut saja ketika aku menggiringnya menuju halaman. Aku memang sengaja meminjam si Coklat untuk menemaniku karena aku tahu kuda memiliki penciuman dan insting yang sangat tajam. Selain itu si Coklat sudah mengenal baik Bunda Fatima dan Cinta.Â
"Aku mengandalkanmu," bisikku di telinga si Coklat.
Pak tua menghampiriku. Lalu menyodorkan pelana kuda.
"Hati-hati di jalan, Nak," Pak tua menepuk pundakku. Tangan keriputnya membantuku memasang pelana kuda dengan teliti. Setelah itu ia beralih mengelus punggung si Coklat.Â
"Jadilah pengawal yang baik bagi pemuda ini, Coklat. Cari Jeng Fatima dan putrinya sampai ketemu," Pak tua itu berkata pelan. Coklat seolah mengerti apa yang dikatakan tuannya. Berkali  hewan itu meringkik dan mengibaskan ekornya.
Hup!Â
Aku melompat ke atas punggung si Coklat dengan sigap. Usai pamit kepada Pak tua, kuhentakkan tali kekang kuda sekuatnya.
Dan kuda pintar itu membawaku melesat menuju ke arah timur.