Kisah sebelumnya di sini Â
.....................................................
Â
Beberapa saat lamanya Panji Asmara menahan napas. Kuku-kuku runcing di bawah pohon Akasia itu masih terus menggaruk-garuk. Pemuda itu tak berani menggerakkan tubuhnya barang sedikit pun.
Awan berarak perlahan memeluk rembulan. Suasana berubah gelap. Panji Asmara meraba-raba kantung kecil yang berada di pinggangnya. Masih ada! Buah kesemek yang tadi digigitnya sedikit itu masih tersimpan di dalam kantung.
Panji meraih buah sebesar kepalan tangan itu. Ia harus mengusir hewan-hewan liar yang tengah bergerombol di bawah pohon. Ia akan mengalihkan perhatian mereka.
Kroosaaak...!!!
Hewan-hewan bertutul itu terkejut. Mereka berhambur mencari asal suara. Panji menahan napas. Lemparan buah kesemek untuk sementara berhasil membuat kucing-kucing raksasa itu menjauh.Â
Awan telah melepas pelukannya. Rembulan sendiri lagi. Sinarnya kembali menyentuh wajah Panji Asmara yang tampak kelelahan.
Sisa malam terasa sangat panjang. Panji Asmara meringkuk memeluk kedua lututnya menahan udara dingin. Pemuda itu tak bermaksud melanjutkan tidurnya lagi. Hatinya masih was-was. Ia khawatir gerombolan macan tutul akan kembali.
Ketika seberkas cahaya merah memburai dari ufuk timur, barulah Panji merasa lega. Pagi telah tiba. Dengan tergesa pemuda pelarian itu menuruni pohon.