***
Di luar langit membentang cerah. Rembulan tersenyum malu-malu memamerkan keelokannya. Sesekali pantulan cahaya keemasan menyelinap masuk melalui jendela yang tirainya tersingkap sedikit. Demi menjadi saksi dari berbagai kisah kehidupan anak manusia.
Tak terkecuali malam ini.
Dalam sebuah kamar, seorang perempuan tengah berupaya menenangkan suaminya yang merajuk. Ya, Anin membiarkan Ryan melampiaskan rasa kecewa dan cemburu dalam pelukannya. Ia memahami betul kondisi labil suaminya.
Di sebuah kamar lain, seorang perempuan tertidur pulas dalam pelukan hangat suaminya. Pelukan yang bertahun ia impikan. Meski untuk mendapatkannya ia rela melakukan sesuatu yang sangat memalukan. Berbohong. Ya, Roro Wulan sedang memainkan perannya. Sementara sang suami tak henti mengelus perut istrinya yang sesungguhnya belum berisi apa-apa.
Rembulan pun tergugu. Menyaksikan kisah yang selalu berulang. Kisah tentang cinta, pengorbanan, godaan, ketakutan juga harapan.
Â
 ***
Dua bulan berselang. Seorang laki-laki dengan bantuan tongkat penyangga berlatih berjalan di sepanjang teras rumah. Laki-laki itu belum sembuh benar dari kelumpuhan. Namun ia gigih berjuang. Ia ingin dunianya kembali. Tanggung jawab sebagai seorang suami harus direbutnya lagi. Barangkali semangat hidup yang kuat itulah yang membantu mempercepat proses penyembuhannya.
"Mas, aku berangkat," Anin mencium lembut tangan suaminya. Ryan menggenggam erat jemari istrinya. Sebuah genggaman yang mewakili perasaannya. Perasaan seorang suami yang mempercayakan cinta dan kesetiaan untuk selalu dijaga.
Nun di sebuah ruang tunggu Rumah Sakit, seorang suami memeluk erat pundak istrinya. Di sampingnya duduk wanita sepuh yang tak henti menebar senyum sumringah. Wanita itu terlihat paling bahagia. Karena dalam rahim menantunya, Roro Wulan, telah bersemayam bayi mungil yang selama ini dirindukan.