Mohon tunggu...
ziza el faizah
ziza el faizah Mohon Tunggu... -

hanya seorang faqirah yang awam

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

UN vs Seleksi Alam

28 Maret 2014   19:20 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:21 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Ujian sekolah atau disingkat dengan UN adalah salah satu kebijakan pemerintah dan kementerian pendidikan Nasional dalam mengukur standar kompetensi kelulusan peserta didik disetiap satuan pendidikan. Pemerintah juga menetapkan standar nilai sebagai tolak ukur, jika peserta didik mampu mencapai standar tersebut, maka secara otomatis dinyatakan lulus dengan bukti SKHUN dan Ijazah. Namun, jika peserta didik tidak mampu mencapai standar nilai yang telah ditentukan, maka peserta tersebut belum dinyatakan lulus dari satuan pendidikan yang sedang dikenyam saat ini. Dan memaksa peserta didik untuk tinggal kelas.

Mata pelajaran yang diujikan juga hanya beberapa mapel, untuk tingkat sekolah menengah pertama hanya 4 pelajaran yang diujikan, tidak hanya itu pendidikan yang ditempuh selama 3 tahunpun hanya ditentukan 4 hari. Meskipun saat ini kelulusan tidak hanya ditentukan oleh nilai UN saja tapi juga ditentukan oleh nilai ujian sekolah dengan cara menggabungkan kedua nilai tersebut.

selanjutnya, Ujian Nasional hingga saat ini menjadi momok tersendiri bagi dunia pendidikan, yang seharusnya salah satu tugas dan fungsi pendidikan adalah dapat membentuk pribadi yang jujur tapi karena adanya UN banyak ditemukan kecurangan-kecurangan didalamnya. Mulai dari bocornya soal UN hingga kecurangan yang dilakukan oleh pihak sekolah dalam berbagai modus dan bentuk namun memiliki satu tujuan yaitu mensukseskan agar peserta didik yang ada dibawah asuhannya lulus 100%.

Berbagai cara dilakukan untuk membantu peserta didiknya mencapai nilai sesuai dengan standar yang ditentukan, dan sudah bukan rahasia umum lagi bahwa mulai dari tingkat provinsi hingga kecamatan bahkan ke penjuru pelosok desa berupaya untuk menjadikan peserta didik diakhir jenjang pendidikan lulus tidak ada yang gagal karena jika ada sekolah dalam wilayahnya yang gagal akan mencoreng nama wilayah juga mencoreng pemimpin wilayah tersebut. Dan Sekolah yang apabila ada anak didiknya tidak lulus UN pun akan dijauhi oleh masyarakat, bisa mengurangi simpati masyarakat, jika sudah demikian maka besar kemungkinan pada saat penerimaan siswa baru tidak ada lagi orang tua yang mendaftarkan anaknya kesekolah tersebut.

Maling lebih pintar daripada polisinya itulah perumpaan yang tepat dari gambaran pelaksanaan UN di seluruh Indonesia. Walupun pemerintah membuat berbagai macam bentuk soalagar kecurangan tidak terjadi tetap saja kecurangan itu ada bahkan semakin tidak terkendali. Fenomena tersebut menjadi buah simalakama bagi guru disatu sisi dia sebagai pendidik tapi disisi lain dia juga dituntut untuk membawa siswanya tidak gagal dalam UN. Jika guru bersikap idealis, guru tahu bagaimana input dan out put anak didiknya. Jika tidak dibantu seorang guru teringat akan para orang tua yang sudah membanting tulang untuk membiayai anak-anaknya. Namun, disisi lain apa yang dilakukan itu sama saja dengan berbuat ketidak jujuran dan sangat bertentangan dengan karakter guru.

Untuk itu, akan lebih baik lagi program UN perlu ditinjau ulang atau tidak perlu dilaksanakan, jika toh UN masih dibutuhkan diharapkan tidak ada standar nilai UN yang tinggi. Biarkan guru yang menilai peserta didiknya, karena gurulah yang paling tahu keadaan siswanya. Apalagi jika dikaitakan dengan kurikulum KBK, KTSP dan 2013, hal terpenting dalam pendidikan adalah Prosesnya. Setelah itu biarkan alam yang menyeleksi akan kemana dan menjadi apa peserta didik tersebut.

Setiap anak itu cerdas, tidak ada anak yang bodoh hanya saja letak kecerdasan masing-masing anak berbeda. Secara garis besar fitrahnya seorang anak memiliki 3 kecerdasan yaitu IQ, EQ dan ES. Selain itu Ada beberapa jenis kecerdasan yang dikemukakan oleh DR. Howard Gardner bahwa masing-masing anak itu memiliki 8 kecerdasan yaitu kecerdasan linguistik (bahasa, baik lisan maupun tulisan), kecerdasan logika matematika, kecerdasan musikal, visual spasial (kecerdasan melukis dan menggambar), kecerdasan natural (alam), intrapersonal (diri ), interpersonal, dan kecerdasan kinestetik.

Mengingat banyaknya jenis dan macam kecerdasan maka, UN yang hanya mengujikan 4 pelajaran tidak diperlukan lagi dalam sistem pendidikan di Indonesia. Karena UN hanya mengasah 2 macam kecerdasan.

Biarkan Sekolah yang mengambil kebijakan dalam menentukan kelulusan peserta didiknya. Apalagi jika dikaitkan dengan otonomi pendidikan, seharusnya sekolah diberikan otoritas penuh untuk mengelola sistem penilaiannya. Biarkan siswa mengikuti seleksi alam secara jujur sesuai dengan kompetensi yang dimiliki.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun