Pada 1996 Christopher Phillips mengajak beberapa orang untuk bertanya-jawab alih-alih tukar pendapat di kedai. Topik yang dibahas mencakup berbagai hal yang menjadi kemahiran salah seorang peserta. Metode ini ternyata diminati makin banyak peserta dan kemudian meluas ke berbagai penjuru dunia. Phillips kemudian menulis buku mengenai gejala ini dan memberi nama gejala Kedai Socrates (Socrates Caf).
Socrates adalah salah satu empu pendidikan Yunani yang memperkenalkan metode tanya-jawab. Metode ini diharapkan membuat peserta dapat lebih berempati, mengurangi subyektivitas pribadi, dan makin cerdas dalam meragukan gagasan. Metode ini kemudian menjadi salah satu metode pendidikan yang dianggap alternatif metode pendidikan kelas searah atau model seminar. Kendati demikian, metode ini tidak selalu berhasil mencapai harapan itu.
Salah satu penerapan metode Kedai Socrates adalah siaran televisi. Setidaknya satu stasiun televisi swasta Indonesia menyiarkan tanya-jawab di antara beberapa orang terpilih. Undangan dianggap memahami masalah yang ditawarkan. Akan tetapi, tidak jarang tayangan itu jauh melibatkan emosi sebening lumpur daripada pendapat sekabur hablur. Apa yang keliru?
Kedai Socrates menjadi tempat yang nyaman bertanya-jawab apabila peserta setara terpelajar, terbatas, dan duduk dalam satu meja.Â
Ketika undangan yang bertanya-jawab berbeda penguasaan materi, situasi mudah terjebak menjadi emosional karena jawaban atau pertanyaan hanya ala-kadar. Mengundang peserta hanya demi popularitas tanpa mengindahkan kesetaraan kemampuan berpendapat akan menyeret situasi ke debat kusir.
Ketika ada satu atau beberapa peserta yang tidak bisa terlibat langsung dalam tanya-jawab--termasuk pemirsa yang hanya duduk belaka--maka metode ini tidak lagi tepat. Peserta yang tidak diberi kesempatan bertanya-jawab langsung akan menyalurkan ide dalam bentuk tertawa, gerutuan, bahkan membuka laga diskusi baru di lokasi yang sama atau di depan televisi. Proses tanya-jawab ala Socrates tidak lagi terekam dalam pikiran pemirsa.
Sasaran Kedai Socrates makin jauh panggang dari api ketika pemirsa atau undangan, yang tidak duduk semeja atau saling melihat langsung, bertindak seolah suporter pembakar emosi alih-alih penyejuk  nalar. Situasi seperti ini lebih mirip laga tetapi biasanya lebih menarik pemirsa dan mendongkrak pemasukan iklan.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H