Mohon tunggu...
Elena Carrisya
Elena Carrisya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Jember

Watching and Cooking

Selanjutnya

Tutup

Politik

Sengketa Perdagangan Minyak Nabati antara Uni Eropa dan Indonesia di Kancah Internasional

6 Maret 2023   12:17 Diperbarui: 6 Maret 2023   12:21 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di Indonesia, komoditas utama dan unggulannya adalah kelapa sawit yang ada pada bidang perkebunan di dunia internasional. Hal ini terutama terjadi sejak tahun 1970-an, kelapa sawit atau minyak sawit muncul di tengah-tengah kelangkaan sumber energi. Kelapa sawit waktu itu digunakan sebagai sebuah alternatif atas kelangkaan energi yang sedang terjadi. Kelapa sawit merupakan tanaman dengan produk utamanya adalah CPO (minyak dari kulit sawit) dan KPO (minyak biji sawit). Hal ini membuat kelapa sawit mempunyai nilai ekonomi tinggi serta salah satu penyumbang terbesar devisa negara Indonesia dibandingkan dengan komoditas perkebunan dan komoditas yang lainnya. Selain itu juga, dengan adanya perkebunan dan pengolahan kelapa sawit di Indonesia ini juga tentu membawa dampak yang baik terutama atas jawaban dari kurangnya lapangan pekerjaan di Indonesia. Oleh karena itu, kelapa sawit mempunyai implikasi yang sangat penting di dalam perekonomian negara Indonesia.

Jika melihat peningkatan atas permintaan konsumsi minyak sawit dan meluasnya pasar minyak sawit di kancah dunia, ini membuat Indonesia mempunyai peluang yang sangat besar. Peluang tersebut bisa dilakukan Indonesia yaitu dengan cara mengekspor minyak sawit. Dengan ini hasil produksi minyak sawit Indonesia telah mampu di ekspor ke berbagai belahan dunia, seperti Cina dan India. Bahkan terlebih lagi ekspor minyak sawit Indonesia berhasil merambah memasuki pasar UE (Uni Eropa).  Hal ini tentu saja membuat produksi kelapa sawit domestik setiap tahunnya terus mengalami peningkatan yang sangat signifikan dengan tujuan untuk memenuhi permintaan pasar global.

Uni Eropa sendiri merupakan pasar utama ekspor bagi produksi minyak sawit mentah Indonesia. Sejak tahun 2008, Uni Eropa telah bekerja sama dengan Indonesia untuk impor CPO. Namun, importir utama minyak sawit mentah Uni Eropa masih dipegang oleh Belanda dan Italia. Jika kita tahu, permintaan akan kebutuhan minyak sawit di Uni Eropa terbilang sangat besar sehingga hal ini membuat Indonesia tidak mampu memenuhi semua permintaan Uni Eropa. Dan di tahun 2008 pula Indonesia dinyatakan oleh Greenpeace sebagai salah satu negara penyumbang tingkat emisi CO2 (karbon) yang relatif tinggi dan deforestasi hutan tercepat di dunia internasional.

Lajunya deforestasi di Indonesia ini adalah salah satu akibat dari pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit. Untuk hal ini terjadinya deforestasi adalah karena lahan perkebunan kelapa sawit tersebut dibakar. Dengan pesatnya pertumbuhan industri perkebunan sawit tentu saja menimbulkan dampak yang negatif. Perusakan hutan tropis Indonesia dengan alasan membuka perkebunan kelapa sawit semakin meningkat dari tahun ke tahunnya. Hal ini yang membuat masalah ini sebagai salah satu masalah lingkungan terpenting di Indonesia serta alasan Uni Eropa mengambil suatu kebijakan tersebut.

Dengan dibaliknya jumlah ekspor minyak sawit Indonesia ke Uni Eropa yang minimum, hal ini membuat pemerintah melihat adanya upaya untuk menyebarkan kampanye hitam. Kampanye hitam itu atau yang dimaksudkan dengan kebijakan yang dibuat oleh Uni Eropa pada tahun 2019 dan mulai dilaksanakan di seluruh wilayah negara Uni Eropa sejak Maret 2020 yaitu penerapan "European Green Deal". Dengan adanya pernyataan oleh Greenpeace sebagai salah satu negara penyumbang tingkat emisi CO2 yang relatif tinggi dan deforestasi hutan tercepat di dunia internasional ini juga dimanfaatkan Uni Eropa sebagai alasan pembuatan kebijakan tersebut yang menghubungkan minyak sawit dengan lingkungan dan kesehatan. Kebijakan tersebut menyatakan bahwa industri kelapa sawit telah melanggar hak asasi manusia, dan menyebabkan terjadinya deforestasi yang tidak menganut sistem keberlanjutan.

Sebenarnya, secara hal berpikir rasionalitas akan isu lingkungan yang terjadi saat ini dari komoditas nabati. Kelapa sawit adalah tanaman dengan penghasil minyak nabati paling efektif dan efisien menurut saya. Hal itu dikarenakan, dari hasil produksi yang diperoleh tentunya lebih banyak dan lebih unggul dibandingkan dengan minyak nabati lainnya, seperti kedelai, dan  biji bunga matahari meski sama-sama dengan luas lahan yang sama.

Tentu saja perbandingannya harus seimbang jika ingin membandingkan kualitas yang lebih baik. Dengan luas lahan yang sama tapi hasil yang dihasilkan tidaklah sama. Sekaligus tanaman sawit ini mampu menyerap pancaran sinar matahari lebih besar dibandingkan minyak nabati seperti diatas.

Selain itu, minyak sawit tidak memakan banyak waktu yang tidak jelas karena harus menunggu musim. Jika masih menunggu musim, tentunya jika kita sepenuhnya menggunakan minyak nabati dari tanaman tersebut itu tentu akan tidak bisa memenuhi kebutuhan sepenuhnya karena hanya sedikit. Jika ingin memenuhi akan hal itu tentu saja diperlukan penanaman tumbuhan tersebut lebih banyak. Hal ini tentu saja akan memakan lahan yang tidak sedikit yang ini sama saja malahan jauh lebih banyak menghilangkan hutan atau melakukan deforestasi.

Bisa dikatakan seperti itu karena jika memang mengenai isu lingkungan, seharusnya pemasaran minyak nabati dari kedelai dan biji bunga matahari pun harus di hentikan atau dilarang. Hal itu dikarenakan, memakan banyak lahan yang tentunya akan terjadinya deforestasi hutan juga serta adanya musim panen yang belum tentu itu akan menghasilkan hasil yang baik. Sedangkan kelapa sawit dikatakan itu efisien karena dengan lahan yang sama dapat menghasilkan hasil yang jauh lebih melimpah. Jika dilihat dari sisi lain kelapa sawit itu mampu menyerap sinar matahari lebih besar dibandingkan bunga matahari.

Dengan ini menurut saya, jadi sebenarnya karena Indonesia mempunyai kepentingan untuk mengembangkan minyak sawitnya dan Uni Eropa di sini juga mempunyai kepentingan mengunggulkan minyak nabati dari kedelai dan biji bunga matahari agar bisa menyaingi produksi minyak nabati sawit. Disini minyak nabati dari Uni Eropa kalah dengan minyak nabati Indonesia. Jadi sebenarnya hal ini tidak murni hanya isu lingkungan saja tetapi sebenarnya di dalam kebijakannya terdapat unsur-unsur politiknya yang dijalankan dengan penutup bahwa Indonesia atau produksi minyak sawit telah melakukan pelanggaran. Disini saya melihatnya sebagai bentuk diskriminasi sawit yang melibatkan motif politik dan persaingan usaha. Hal itu dikarenakan mengingat produk minyak sawit Indonesia telah memenuhi regulasi internasional dan pembangunan berkelanjutan.

Lalu dimana kata-kata yang ingin membatasi minyak sawit karena alasan peduli lingkungan. Apakah ini tidak sama saja dan terlebih lagi malah lebih parah dengan penanaman kelapa sawit. Oleh karena itu, saya disini sangat ingin membahas permasalahan yang sedang terjadi beberapa tahun belakangan ini mengenai sengketa minyak sawit. Hal ini bertujuan untuk mengetahui apa saja alasan Uni Eropa dan negara-negara barat sangat gencar melakukan pembatasan atas perniagaan ekspor minyak sawit. Apakah hal itu hanya sekedar peduli terhadap lingkungan yang saat ini sedang terjadi ataukah ada unsur-unsur di balik kebijakan yang telah dibuatnya itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun