Tuti Tursilawati, seorang Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dieksekusi mati oleh Arab Saudi pada hari Senin 29 Oktober 2018. Hal yang membuat masyarakat dan pemerintah terkejut adalah ketika eksekusi mati tersebut dilaksanakan tanpa pemberitahuan sebelumnya kepada Indonesia.
Pada Senin malam, tim Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia langsung berjumpa dan memberitahu Ibunda Tuti Tursilawati di Desa Cikeusik, Majalengka, Jawa Barat tentang peristiwa yang menimpa anaknya.
Tuti yang berprofesi sebagai asisten rumah tangga ditangkap oleh otoritas Arab saudi sejak bulan Mei 2010, dia dituduh melakukan pembunuhan berencana kepada majikannya, Suud Mulhak Al Utaibi.
Menurut informasi bahwa Tuti sering mengalami pelecehan oleh majikannya, dan kemungkinan besar Tuti menyimpan dendam kepada majikannya. Hal itu terbukti dari persidangan yang membuktikan bahwa Tuti melakukan pembunuhan berencana kepada majikannya.
Secara singkat, kronologisnya, yaitu Tuti memukul majikannya dari belakang menggunakan kayu yang telah disiapkan sebelumnya hingga tidak sadarkan diri. Tuti melakukan aksinya pada saat majikannya, yang sudah lanjut usia, tidak melakukan kekerasan atau pelecehan kepadanya, sehingga hal itu tidak bisa dijadikan pembelaan kepada Tuti.
Tidak ada asap kalau tidak ada api, yakni tidak ada akibat tanpa adanya sebab. Hal itu yang dialami oleh Tuti Tursilawati ketika ia kerapkali dilecehkan oleh majikannya, sehingga dia menyimpan sakit hati dan dendam kepada majikannya. Perbuatan Tuti patut dicermati dari sebab utama (pelecehan dan kekerasan) yang membuatnya berani melakukan aksinya, karena suatu aksi kejahatan (pembunuhan) tidak akan terjadi kalau tidak ada sebabnya.
Pihak pemerintah Republik Indonesia selama ini mendampingi Tuti Tursilawati dalam masa hukuman penjara di Kota Taif, Arab Saudi, yang sudah dijalani sejak tahun 2011-2018. Dalam menjalani masa hukuman, melalui Konsulat jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Jeddah, pemerintah sudah melakukan upaya terbaik dalam membela dan menghadirkan keadilan bagi Tuti Tursilawati, yakni dengan mengajukan banding sebanyak tiga kali dan mengajukan peninjauan kembali (PK) sebanyak tiga kali. Namun, semua usaha dan upaya yang dilakukan oleh KJRI tidak memberi hasil yang memuaskan, karena hakim tetap memvonis Tuti dengan hukuman mati.
Namun yang menjadi catatan penting dalam kasus ini, yakni bagaimanapun bersalahnya seseorang, dia tetap adalah manusia yang patut diperlakukan selayaknya manusia.
Setiap manusia, tanpa terkecuali, sudah sepatutnya mendapat perlakuan yang manusiawi, karena setiap tindakan pidana tidak lepas dari sifat kemanusiaan itu sendiri. Ketika ada salah satu anggota keluarga yang dihukum mati tanpa adanya pemberitahuan terlebih dahulu, sudah tentu, hal itu membuat keluarga kecewa. Apalagi pemerintah Republik Indonesia sungguh merasa kecewa karena tidak dihargai oleh Arab Saudi.
Pemerintah harus tegas terhadap sikap Arab Saudi yang sewenang-wenang melakukan hukuman mati kepada Warga Negara Indonesia tanpa adanya pemberitahuan sebelumnya. Hal ini menjadi evaluasi bagi pemerintah Republik Indonesia agar berani untuk menyerukan dan menyelamatkan buruh migran Indonesia dari hukuman mati.
Rest In Peace Tuti Tursilawati and Save the Lives of Migrant in Death Row