Mohon tunggu...
Nita
Nita Mohon Tunggu... Tutor - Ibunya Haidar Hilwa

Menulis adalah berbagi. Menulis adalah berbagi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kotak Musik Mala

29 April 2019   17:10 Diperbarui: 30 April 2019   20:21 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

 "Tolong....tolong!" teriak Mala. "Percuma kamu berteriak bocah kecil. Tidak akan ada yang mendengarmu," kata perempuan tua berambut panjang itu. Mala sangat ketakutan. Tubuhnya menggigil dan keringatnya bercucuran. Ia sangat menyesal telah masuk ke rumah tua itu tanpa izin. Ia bahkan mengambil sebuah kotak musik yang ia temukan di dalam rumah itu. Sudah sejak lama gadis kecil itu menginginkan sebuah kotak musik. Ia iri melihat teman-temannya dibelikan sebuah kotak musik oleh orang tua mereka. Minggu lalu Hana memamerkan sebuah kotak musik cantik dengan patung balerina kecil di atasnya. Kotak musik itu juga mengeluarkan musik yang sangat merdu. Mala tidak berani meminta kepada ayahnya karena ia tahu ayahnya sedang kesulitan keuangan. 

Oleh karena itu, Mala berusaha mengumpulkan uang sendiri. Ia pergi ke hutan mencari jamur atau buah beri liar untuk dijual di pasar. Jika nanti ia punya cukup uang, ia akan membeli kotak musik sendiri. Pada suatu hari, Mala masuk terlalu dalam ke dalam hutan. Ia kesulitan mencari jalan keluar dan juga kehabisan bekal. Ia sangat lelah dan haus. Betapa gembiranya Mala melihat sebuah rumah di tengah-tengah hutan. Mala mengendap-endap mendekati rumah itu. Ia tampak ragu dan takut, jangan-jangan rumah itu adalah rumah penyihir seperti yang ada di dalam dongeng. Rasa lapar dan haus yang Mala rasakan mengalahkan rasa takutnya. Mala mengetuk pintu dan memanggil-manggil pemilik rumah. "Permisi,  bolehkah saya minta sedikit air dan makanan?" Mala berteriak berkali-kali memanggil pemilik rumah. Setelah ditunggu beberapa saat, tidak ada sahutan dari dalam rumah. 

Mala memberanikan diri mengintip dari lubang kunci. Tak disangka, pintu itu terbuka. Rupanya rumah itu tidak dikunci. Mala mendorong daun pintu hingga terbuka lebar. Ia sangat terkejut, ternyata di dalam rumah itu terdapat banyak perabotan. Beberapa benda-benda unik tersusun rapi di atas sebuah rak yang membentang di sepanjang ruang tamu. Pandangan Mala tertuju pada sebuah benda kecil berbentuk bulat. Di atasnya ada dua patung anak laki-laki dan perempuan  sedang berdansa.  

Dengan gemetar tangannya menyentuh benda berwarna keemasan itu. Dadanya berdegup kencang. Ia belum pernah melihat kotak musik seindah itu. Teman-temannya pasti takjub melihatnya. Mala menengok ke kiri daan ke kanan. saat yakin tidak ada seorang pun yang melihatnya, ia memasukkan kotak musik itu ke dalam keranjang yang di bawanya. Kemudian ia segera berlari meninggalkan rumah itu. Mala beruntung. Saat ia sedang mencari jalan keluar dari hutan, ia melihat seorang kakek tua sedang mengumpulkan ranting-ranting kering. Ia menghampiri kakek itu . "Permisi, Kek. Apakah kakek tahu jalan keluar dari hutan ini?" tanya Mala sopan. "Tentu saja, Nak. Saya adalah pencari kayu di hutan ini. Saya hapal semua jalan di sini," jawabnya. Mala sangat gembira mendengar ucapan kakek itu. Ia langsung melesat menuju jalan yang ditunjuk tanpa bertanya lebih jauh. Mala bersyukur. Berkat petunjuk kakek yang mungkin tinggal di desa tak jauh dari hutan itu, ia berhasil pulang dengan selamat. Dan yang lebih penting lagi, ia sekarang memiliki kotak musik.sendiri seperti anak-anak lainnya. Sekarang Mala sangat menyesali perbuatannya. 

Entah bagaimana ia kini ada di dalam rumah itu lagi bersama seorang nenek tua yang menyeramkan. Rambutnya yang kusut terurai di punggungnya. Giginya berwarna kekuningan dan runcing. Suaranya tawanya melengking membuat bulu kuduknya merinding. Nenek itu sepertinya sangat marah padanya. "Maafkan saya, Nek. Saya telah lancang memasuki rumahmu," kata Mala memelas. "Kamu harusnya belajar sopan santun. Tidak boleh sembarangan masuk rumah orang. Bahkan kamu mengambil benda kesayanganku," katanya kesal. Mala teringat kotak musik cantik yang ia simpan di kamarnya. Ia merasa sangat bersalah. "Maafkan saya. Saya janji akan mengembalikan kotak musik kesayangan Nenek." "Sudah terlambat, Anak manis. Tidak ada gunanya kamu meminta maaf karena saya akan segera menyantapmu," ucap nenek itu sambil tertawa terbahak-bahak. Tangan keriput nenek itu meraih sebuah gayung besi besar. Ia mengaduk-aduk adonan dalam kuali raksasa. Asap mengebul memenuhi ruangan menyebarkan aroma gurih nan lezat. 

"Matilah saya. Nenek itu akan memasakku di dalam kuali itu," batin Mala putus asa. Mala berusaha melepaskan ikatan tangannya, namun gagal. Nenek itu mengikat kaki dan tangannya kuat-kuat. Sekali lagi Mala berusaha meminta tolong. Ia berteriak sekencang-kencangnya. Siapa tahu kakek yang kemarin ia temui sedang ada tak jauh dari sana. Jika ia mendengar teriakannya, ia pasti akan menolongnya. Nenek itu semakin marah mendengar teriakan Mala. 

Ia membalikkan badan dan mencengkeram bahunya. Meskipun kurus, nenek itu memiliki kekuatan yang sangat besar. Ia mampu mengangkat tubuh Mala dan akan memasukkannya ke dalam kuali panas itu. "Tidaaaak!....ampuuun...! Lepaskan saya!" teriak Mala makin kencang. Buk... Mala merasakan sakit di sekujur tubuhnya. Rupanya ia terjatuh dari ranjangnya. Ia mengerjapkan mata memandangi sekeliling kamar tidurnya. Ia menghela napas lega. Rupanya ia telah bermimpi buruk. Mala bangkit dan beranjak keliar kamar. Ibunya sedang memasak. Ia pun menceritakan mimpinya pada sang ibu. 

"Ibu senang kamu berani jujur, Nak. Tetapi perbuatanmu memasuki rumah orang tanpa izin dan mengambil barangnya tentu tidak bisa dibenarkan. Kamu harus mengembalikan benda itu, Mala." "Tapi, Bu, Mala sangat menginginkan kotak musik itu." "Ibu tahu, Nak. Ibu janji kalau ada rezeki, nanti Ibu akan membelikan kotak musik." 

Keesokan harinya, Mala kembali ke dalam hutan. Ia berusaha mengingat letak rumah tua yang ia datangi tempo hari. Setelah berjalan agak lama, akhirnya Mala menemukan rumah itu. Asap putih mengepul dari cerobong asap. Aroma gurih menguar menggugah selera. Mala menghentikan langkahnya. Bagaimana kalau mimpinya menjadi kenyataan. 

"Aaah..." Mala terlonjak kaget saat seseorang menepuk pundaknya. Saat ia menoleh, kakek tua yang menolongnya sedang melihatnya dengan heran. "Apa yang kamu lakukan di sini, Nak? Kamu tersesat lagi?" tanyanya. "Kakek? Kakek tahu tempat ini juga?" Mala balik bertanya. "Kakek tinggal di sini, Nak." Mala langsung menangis. Ia segera meminta maaf pada kakek itu. 

"Maafkan saya, Kek. Saya telah masuk rumah kakek tanpa permisi. Saya bahkan mengambil kotak musik dari rumah kakek," katanya terisak-isak. "Jadi kamu yang mengambil kotak musik kesayangan cucu kakek. Kakek telah berusaha mencarinya ke seluruh rumah, tapi tidak ketemu. Kakek sedih sekali." Mala menyodorkan kotak musik pada sang kakek. "Ini, Kek, kotak musiknya. Maafkan Mala, ya." "Iya, Kakek maafkan. Kakek bangga kamu berani mengakui kesalahanmu." "Kek, bolehkah saya bertemu cucu kakek?" pinta Mala. Kakek itu menunduk. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun