Suap adalah pemberian seseorang yang tidak memiliki hak kepada seseorang yang memiliki kewenangan (jabatan), baik berupa uang, barang atau lainnya untuk membantu si pemberi mendapatkan sesuatu yang bukan haknya atau menzhalimi hak orang lainnya, seperti pemberian hadiah kepada seorang hakim agar dia terbebaskan dari hukuman dan lainnya, walaupun fakta yang ada sebenarnya orang itu tidaklah berhak atau tidak memiliki persyaratan untuk mendapatkan apa yang diinginkannya itu. Jika memang anda termasuk orang yang berhak diluluskan oleh Perguruan Tinggi (PT) tersebut dikarenakan nilai ujian anda memenuhi syarat kelulusan tanpa menzhalimi seorang pun peseta ujian lainnnya akan tetapi untuk bisa mendapatkan kursi di PT itu anda diharuskan membayar sejumlah uang oleh pihak PT maka dibolehkan bagi anda memberikannya sementara dosa dari pemberian itu ditimpakan kepada si penerimanya bukan kepada anda yang memberikannya. Dirwayatkan oleh Imam Ahmad dari Abu Sa'id Al Khudri berkata; Umar berkata; "Wahai Rasulullah, aku mendengar fulan berkata baik, ia menyebutkan bahwa engkau telah memberinya dua dinar, " beliau bersabda: "Tetapi fulan tidak mengatakan hal itu, dan ia juga tidak memuji karenanya, padahal aku telah memberinya antara hingga seratus, -atau beliau mengatakan, - "hingga dua ratus. Dan sungguh, salah seorang dari mereka ada yang meminta, kemudian aku memberinya, tetapi kemudian mereka keluar dengan menaruhnya di bawah ketiak, padahal itu adalah api baginya, " Umar berkata; "Wahai Rasulullah, kenapa engkau memberi mereka?" beliau bersabda: "Sesungguhnya mereka enggan meminta kecuali kepadaku, sedangkan Allah telah menjauhkanku dari kebakhilan." Akan tetapi jika anda termasuk orang yang tidak berhak diluluskan dikarenakan nilai ujian masuk anda yang tidak memenuhi persyaratan—dibawah standar nilai kelulusan yang ditentukan pihak PT—akan tetapi setelah ‘diusahakan’ oleh orang-orang dalam di PT akhirnya anda bisa masuk dengan menggeser orang yang sebetulnya lebih berhak lulus daripada anda maka ini adalah kezhaliman dan pemberian imbalan kepada pihak-pihak tersebut termasuk kedalam suap. Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Dzar dari Nabi saw dalam meriwayatkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala yang berbunyi,”Hai hamba-Ku, sesungguhnya Aku telah mengharamkan diri-Ku untuk berbuat zhalim dan perbuatan zhalim itu pun Aku haramkan diantara kamu. Oleh karena itu, janganlah kamu saling berbuat zhalim.” Diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Muslim dari 'Abdullah bin 'Umar dari Nabi saw, "Kezhaliman mendatangkan kegelapan di hari kiamat". Diriwayatkan oleh Abu Daud dan Tirmidzi dari Abdullah bin Amr berkata,”Rasulullah saw telah melaknat orang yang memberi dan menerima suap.” Al Qori mengatakan ar rasyi dan al murtasyi adalah orang yang memberi dan menerima suap, ia merupakan sarana untuk mencapai tujuan dengan bujukan (rayuan). Ada yang mengatakan bahwa suap adalah segala pemberian untuk membatalkan hak seseorang atau memberikan hak kepada orang yang salah. (Aunul Ma’bud juz IX hal 357)—(baca : Hukum Jadi PNS karena Suap) Jika ini yang terjadi—setelah anda memastikannya betul-betul—maka tidak ada yang terbaik untuk anda lakukan daripada bertaubat kepada Allah swt dengan taubat nasuha. Dan diantara persyaratan taubat nasuha adalah mengembalikan hak orang lain yang dizhalimi jika dia berupa materi dan meminta pemaafan dan kerelaan darinya jika ia bukan bersifat materi. Imam Bukhori meriwayatkan dari Abu Hurairah berkata; Rasulullah saw bersabda: "Siapa yang pernah berbuat aniaya (zhalim) terhadap kehormatan saudaranya atau sesuatu apapun hendaklah dia meminta kehalalannya (maaf) pada hari ini (di dunia) sebelum datang hari yang ketika itu tidak bermanfaat dinar dan dirham. Jika dia tidak lakukan, maka (nanti pada hari kiamat) bila dia memiliki amal shalih akan diambil darinya sebanyak kezholimannya. Apabila dia tidak memiliki kebaikan lagi maka keburukan saudaranya yang dizholiminya itu akan diambil lalu ditimpakan kepadanya". Seandainya kelak anda mengetahui siapa orang yang dizhalimi dalam kasus ini—meskipun untuk mengetahuinya tidaklah mudah karena menyangkut banyak pihak di PT dan nama baik PT—maka anda harus meminta maaf kepadanya dan kerelaannya untuk anda bisa meneruskan kuliah di PT ini. Akan tetapi jika anda tidak mengetahui siapa orang itu atau keberadaannya sudah tidak bisa dilacak lagi maka cukuplah bagi anda bertaubat kepada Allah swt dan memperbanyak amal-amal shaleh. Artinya : “Dan sesungguhnya aku Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat, beriman, beramal saleh, kemudian tetap di jalan yang benar.” (QS. Thaha : 82) Dengan demikian hendaklah anda tetap melanjutkan kuliah di PT tersebut setelah bertaubat dengan taubat nasuha dan semoga Allah menerima pertaubatan anda dan menggantikan segala keburukan dengan kebaikan dari-Nya kepada anda.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H