Mohon tunggu...
Nur elda
Nur elda Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

ilmu tiang kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Interaksi Simbolik Suku Dayak Iban yang Dianggap Suku Penuh Magic

12 Juni 2013   14:20 Diperbarui: 4 April 2017   18:31 6982
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dayak Iban bukanlah suku yang asing bagi masyarakat Kalimantan, meskipun data komputer BPS Kalimantan Barat yang diterbitkan tahun 2003 tidak menginventarisir subsuku ini sebagai bagian dari suku Dayak di Kalimantan Barat. Bahkan subsuku Dayak Iban juga menyebar di dua negara sekaligus, yaitu Indonesia dan Malaysia.

Di Indonesia, khususnya Kalimantan Barat, subsuku Iban setidaknya menyebar di enam kabupaten, yaitu Kabupaten Kapuas Hulu, Bengkayang, Sambas, Sintang, Melawi, dan Sanggau.

Memang suatu hal yang aneh bilamana sebuah buku atau bahan publikasi mengenai suku-suku di Kalimantan Barat secara menyeluruh, tetapi melewatkan suku Iban. Dayak Iban, atau biasa juga dikenal dengan istilah orang Batang Rejang atau orang Majang, terkenal sebagai suku yang handal dalam berperang terutama dalam perang antarsuku Dayak yang pernah bergejolak di Bumi Kalimantan sebelum tahun 189410. Tidak sedikit yang ditaklukkan dan wilayahnya dikuasai laksana "agresor".

Suku Iban pada masa lampau juga terkesan tanpa kompromi dengan pihak lawan, meskipun lawannya banyak memperlihatkan kesamaan budaya dan bahasa seperti suku Kantu', Ketungau, dan lain-lain. Namun demikian dalam sejarah perkembangannya, suku Dayak Iban memiliki andil besar kepada Republik Indonesia.

Tidak mengherankan jika karakter subsuku ini dikenal baik oleh para pasukan TNI yang beroperasi di Perbatasan Indonesia-Malaysia di wilayah Kabupaten Sintang dan Kapuas Hulu. orang Iban banyak membantu TNI yang tidak tahu banyak medan di dua kawasan tersebut. Mereka menjadi penunjuk jalan untuk menumpas kantong-kantong persembunyian PGRS/PARAKU.

Nothofer, James T. Collins, A. B. Hudson, dan Paul Kroeger berasumsi bahwa bahasa Dayak Iban merupakan bahasa kelompok besar yang menganggotai beberapa bahasa subsuku Dayak yang lain, seperti bahasa suku Dayak Kantu’, Ketungau, Mualang, dan Desa. Oleh karena itu, para ahli lingusitik di atas menggunakan istilah Ibanik.

Dari penelitian ini, beberapa bahasa di Kalimantan Barat yang dapat dikategorikan dalam kelompok Ibanik ini tidak hanya keempat subsuku tersebut di atas. Masih banyak lagi yang dapat dikelompokkan dalam kelompok Ibanik ini. Di Kabupaten Kapuas Hulu saja setidaknya terdapat lima bahasa subsuku Dayak yang dapat digolongkan ke dalam kelompok Ibanik ini, seperti bahasa Dayak Kantu’, Sebaru', Sekapat, Rembay, dan Desa.

Dayak Iban jika dilihat dari wilayah penyebarannya di Kabupaten Kapuas Hulu, hampir meliputi seluruh wilayah Kabupaten Kapuas Hulu bagian utara. Kelompok ini tersebar di enam kecamatan, yaitu Kecamatan Putussibau, Embaloh Hulu, Batang Lupar, Badau, Empanang, dan sebagian kecil juga terdapat di Kecamatan Embau.

Dayak Iban pada masa lampau selain dikenal sebagai pengayau yang ulung, dan memiliki kebiasaan membuat tato ditubuh, juga memiliki perangai yang lembut dan baik hati. Sikap gotong-royong yang terlihat pada tradisi perladangan yang cenderung membuka lokasi perladangan dalam satu hamparan yang luas, atau pada saat upacara-upacara ritual masih terpelihara dengan baik. Mereka juga masih mempertahankan pola pemukiman hidup di rumah adat betang panjang. Dalam istilah bahasa Iban rumah betang itu disebut rumah panyay. Rumah panjang tersebut merupakan tempat memelihara kekayaan bu-daya mereka, meskipun kini mereka hidup di alam modern.

Orang Dayak Iban juga terdapat di Kabupaten Sambas dan Bengkayang. Dayak Iban di Kabupaten Bengkayang jumlahnya sangat sedikit. Mereka hanyalah pendatang dari wilayah Iban di kawasan Ngkilili, Lubuk Antu, dan Sri Aman di Sarawak. Suku Iban ada di Kecamatan Jagoi Babang dan Seluas. Mereka berpindah dari Sarawak ke Jagoi Babang dan Seluas pada masa pendudukan Jepang di Sarawak tahun 1942. Pada waktu itu, kawasan Sarawak dijadikan Jepang sebagai kem tahanan. Kem tersebut merupakan kem konsentrasi untuk pekerja paksa, tempat penyiksaan, dan kerja rodi. Karena tidak tahan terhadap perilaku orang-orang Jepang yang kejam maka sekelompok orang Iban mengadakan perpindahan secara diam-diam. Mereka kemudian menetap di Kampung Pareh yang terletak di tepi Sungai Sekumba. Sekitar tahun 1975, beberapa keluarga Iban di Kampung Pareh kemudian berpindah ke Kampung Pasir Putih di Seluas dengan alasan agar mudah mencapai tempat untuk sekolah, puskesmas, pasar, dan dapat mengakses sarana transportasi untuk menjangkau daerah-daerah yang jauh.

Pada sensus tahun 1986 jumlah orang Iban di Kampung Pareh sekitar 235 jiwa. Pada tahun 2002 jumlahn mereka menjadi sekitar 500-an orang. Dalam kurun waktu selama 15 tahun jumlah ini melonjak dua kali lipat. Hal ini dikarenakan terjadinya perkawinan campur serta pembauran dengan subsuku Dayak yang lain.

Bahasa yang dituturkan oleh orang Iban di Pareh dan Pasir Putih masih merupakan bahasa Iban. Orang-orang Iban terkenal dengan kesetiaan terhadap bahasa yang mereka miliki walaupun mereka berada dalam kelompok kecil di luar lingkungan tanah asal-usul.

Sementara itu, di sebuah kampung di tepi Sungai Ketungau bagian hulu, di Kecamatan Ketungau Hulu, Kabupaten Sintang, terdapat sekelompok orang yang mengaku sebagai orang Iban. Kampung itu adalah Kampung Riam Sejawak. Mereka bertutur menggunakan bahasa Iban yang ciri-ciri utamanya adalah bunyi [ai] pada akhir kata-kata tertentu. Bahasa mereka ini biasa disebut sebagai bahasa benadai.

Di tengah kampung tersebut terdapat sebuah lapangan terbang yang biasa digunakan Misi Kristen. Keramaian kampung tersebut semakin bertambah manakala para investor mengincar Bukit Sejawak yang terdapat berbagai kandungan tambang.

Orang Iban menyebar pula ke Kabupaten Sanggau. Kelompok masyarakat yang bermukim di bagian timur Kecamatan Sekayam, tepatnya orang Dayak yang bermukim di Perbatasan Sarawak, Malaysia dan Kabupaten Sintang menyebut dirinya orang Dayak Iban. Masyarakat umum menyebutnya sebagai Iban Sebaro’. Mereka bermukim di Kampung Perimpah, Tapang Peluntan, Guna’ Banir, Sungai Tekam, Sungai Beruang, Tapang Sebeluh, Sungai Daun, Engkabang, Miru’, Malenggang, dan Sungai Sepan. Sedangkan kelompok masyarakat yang umumnya bermukim di Sungai Sekayam lebih mengenal kelompok masyarakat ini sebagai subsuku Dayak Kedeh. Hal ini dikarenakan mereka bermukim di Sungai Kedeh ketika pertama kali berimigrasi di wilayah Kabupaten Sanggau.

Dilihat dari aspek bahasa yang dituturkan hakikatnya kelompok masyarakat ini sangat dekat dengan penutur bahasa Iban. Dalam hal ini bahasa yang dituturkan adalah bahasa Iban yang memiliki hubungan yang sangat erat dengan bahasa Melayu. Berdasarkan data penduduk Kecamatan Sekayam diperkirakan mereka berjumlah 4.106 jiwa.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun