Kini, saya sedang membangun sebuah proyek dengan dua teman saya yang melibatkan sastra. Salah satunya adalah teman lama saya yang sempat hilang kontak karena satu dan lain hal. Karena hal ini, pertemanan kami kembali terjalin bahkan lebih erat. Satunya, merupakan teman baru yang saya jumpai. Kami membangun satu proyek bersama dengan gaya puisi masing-masing, toleransi terhadap gaya puisi masing-masing agar tidak ada keterpaksaan untuk merubah gaya puisi menjadi satu gaya yang sama. Karena bagi saya, ciri khas masing-masing orang dalam hal apapun itulah yang menjadikan orang itu menarik.
Dulu, saya menjalin romansa selalu diawali dengan puisi. Mulai dari pernyataan cinta dengan surat bertuliskan puisi buatan sendiri beserta sebungkus coklat, ucapan selamat ulang tahun yang juga surat dan hadiah. Terkesan kuno memang untuk anak muda jaman sekarang. Namun, bagaimanapun surat dan puisi tetap menjadi hal paling romantis bagi saya.
Sebenarnya tidak ada halangan dalam menulis terutama untuk ekspresi diri. Namun, tetap saja hingga saat ini saya terus belajar dan membaca karya-karya orang lain. Saya ingin membuat gaya bahasa saya sendiri, bukan mirip orang lain. Oleh karena itu saya teru belajar. Lagi pula, tidak ada salahnya untuk terus memanen ilmu hingga nafas terakhir berhembus, bukan?
Cukup sekian hal yang bisa saya sampaikan, semoga pembaca menjadi tertarik untuk terjun ke dunia sastra. Setidaknya, semoga pembaca menggiatkan literasi dan menyebar menjadi kebiasaan di lingkup masyarakat Indonesia. Semoga negeri ini menjadi lebih indah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H