Mohon tunggu...
Ahmad Nurholis
Ahmad Nurholis Mohon Tunggu... -

pecandu kopi, pencinta seni. Gemar bergumul dengan kata dan bercinta dengan angka. Traveler plat merah di Ditjen Perbendaharaan Kementerian Keuangan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Dispersi PNS (Kopi, Jazz & Sepakbola)

24 Februari 2014   00:05 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:32 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akhir-akhir ini PNS Kemenkeu kerap kali mengungkapkan kegalauan dengan mengkiritisi kebijakan yang tidak sejalan menurut persepsinya, termasuk di Kompasiana. Kebebasan berpendapat bagai dua sisi mata uang, berkah jika yang ditulis sesuai realitas dan layak dikemukakan, atau musibah jika penulis tidak bisa mempertanggungjawabkan isi tulisannya.

PNS yang identik birokratis-pragmatis dan kurang inovatif memang benar adanya. Membangun budaya kerja korporat di pemerintahan ibarat membersihkan puing-puing pasca tsunami. Setidaknya satu saja pilar saja yang perlu direkonstruksi, yaitu pola fikir yang open mind. Frank Zappa berkata “Mind like a parachute, it doesn’t work if it’s not open”.

Pada kesempatan ini Saya akan mengungkapkan fenomena sains yang relevan dengan open mind, yaitu dispersi cahaya. Lalu apa hubungannya dengan PNS?, pertanyaan yang biasa dilontarkan kebanyakan dari kita yang belum terbiasa berfikir out of the box dan belajar berfilosofi. Fenomena cahaya putih yang mengalami pembiasan warna pelangi (merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, ungu) ketika dipancarkan pada sebuah prisma segi tiga. Saya menganalogikan cahaya putih itu berupa sesuatu hal yang baru dan belum bisa kita terima, pada masing-masing sisi prisma segi tiga itu saya tuliskan hal-hal yang saya nikmati dan memancarkan ragam warna kreatif, diantaranya kopi, jazz dan sepakbola.

Kopi, minuman hitam beradiksi ini bisa dinikmati berbagai strata sosial dan mengandung kadar stimulus inspirasi tinggi, bahkan ada yang berani murtad berkata “in coffee we trust”. Espresso misalnya, varian ini diproses cepat dari tekanan mesin yang menghasilkan kopi kental dan rasa yang kuat, walaupun sedikit takarannya. PNS semestinya mampu berfikir cepat dan bekerja keras demi menghasilkan gagasan yang esensial, walaupun hanya bisa diterapkan di tataran unit kerjanya, dengan kata lain tidak gemar menginginkan sesuatu yang instan, atau mental sachetan.

Caffee latte, varian ini memiliki komposisi espresso dengan campuran dominan frothing milk yang diberi sentuhan artistik diatas cangkir dengan berbagai bentuk lukisan (latte art). Walaupun lingkungan kurang mendukung dan minor konstituen, PNS seharusnya tidak kehilangan sentuhan seninya. Kita harus mengemas indah produk pemikirian kita ke publik jika di dasarnya terkandung esensi yang kuat layaknya espresso.

Jazz, genre musik yang kental dengan ijtihad bermusik melalui improvisasi chord-chord miring yang menuntut kemahiran penguasaan instrumen, termasuk mulut sekalipun. Musik yang berawal dari ekspresi kebebasan ini dimainkan dengan casual, penuh kejutan dan terkesan ngasal namun penuh perhitungan. Penggemarnya diidentikan dari kalangan menengah-atas dan memiliki intelegensi tinggi. Eiit.. itu salah, sebenarnya jazz bisa dinikmati bagi mereka yang jujur menumpahkan kebebasan dengan kemampuan dan cita rasa tinggi, playful-soulful.

PNS semestinya berjiwa jazzy, dengan bekal pendidikan, pengetahuan dan keterampilan yang mumpuni, improvisasi bisa dilakukan tanpa harus kaku memandang peraturan/kebijakan sebagai lilitan kontrasepsi di kepalanya. Semua produk manusia bisa diubah, karena biasanya disusun sesuai kepentingan yang membuatnya. Ruang kebebasan berekspresi dan kesempatan pengembangan diri diharapkan terbuka lebar, tanpa harus formal, hirarkis dan struktural. Setiap PNS patut diberi kesempatan mengemukakan pendapat dan berkembang dengan caranya sendiri, walaupun di luar arus utama, selayaknya memainkan instrumen di saat jam session, tidak selalu gitar atau piano sebagai melodi yang mendominasi sebuah lagu.

Sepakbola, olahraga paling menyihir dan terpopuler di dunia, DNA di lapangan hijau sama dengan DNA kehidupan manusia. Atraksi di atas lapangan tak berakhir seketika itu saja, cerita di ruang ganti, media massa dan rivalitas abadi tak kalah menariknya. Laga menjaga martabat bangsa pada pertandingan Indonesia vs Malaysia, derby panas Manchester United vs Manchester City si “tetangga berisik”, perang keyakinan katolik vs protestan pada laga Glasgow Ranger vs Glasgow Celtic atau gengsi strata sosial elite-eropa vs pekerja-asia pada derby Istanbul antara Galatasaray vs Fenerbache.

Jika kita amati, gaya permainan sepakbola memiliki filosofi. Ambil contoh total football-nya Belanda yang saya anggap sebagai titik 0 transformasi sepakbola modern. Setiap pemain tidak mesti diam terpaku di posisinya, bagaimana indahnya seorang bek sayap overlapping membantu serangan demi memberikan umpan lambung kepada striker di lini depan atau bagaimana relanya striker berada di kotak penalti ketika digempur habis-habisan tim lawan. Ramuan Rinus Michels itu kemudian berevolusi menjadi tiki-taka yang fundamentalnya ditanamkan Johan Cruyff di Barcelona, walaupun buah prestasinya butuh satu dasawarsa lebih untuk dipetik.

Paradoks dengan keindahan tiki-taka dan kebersamaan total football, Jose Maurinho meracik strategi dengan detail dan pragmatis, atau yang penting menang dengan cara apapun, termasuk mulutnya. Teringat ketika Inter Milan memarkir bus tingkat di depan gawang dan memasang serdadu pagar betis di kotak penalti ketika melawan Barcelona, Messi dkk mati kutu dan menyerah kalah. Keindahan permainan tak berbanding lurus dengan skor, ketika itu Jose Maurinho dikutuk habis-habisan oleh Johan Cruyff.

PNS harus memiliki sportifitas, fighting spirit dan tidak terpaku pada job desk-nya. Tidak haram melakukan overlapping tugas jika kita mampu dan organisasi merasakan manfaatnya, jangan cuma pandai berwacana. Disamping itu, skill bekerja dan kebersamaan tinggi menjadi barang wajib, walau kadang kala dewi fortuna belum memihak pada yang memilikinya. Ada sesuatu yang lebih bernilai dari sekadar prestasi, jabatan, uang atau menang-kalah, yaitu proses berusaha dengan cara elegan dan membuat orang berdecak kagum. Ibarat timnas Belanda yang belum pernah menjuarai Piala Dunia, walaupun pernah masuk final 3 (tiga) kali penggemarnya tak berpindah ke lain hati.

Yang dapat kita petik pelajaran dari fenomena dispersi cahaya adalah bagaimana ketika sesuatu hal yang baru itu jika kita sikapi dengan open mind dan belajar menggali filosofinya, maka akan menghasilkan berbagai warna pemikiran yang memperkaya khazanah. Sisi-sisi pada prisma segi tiga itu bisa dituliskan dengan hal-hal yang menarik dan filosofis sesuai masing-masing individu. PNS sebagai warga negara dirasa penting meresapi makna dispersi ini, walau kadang kala perlu dengan cara memancing di Tahuna atau berkontemplasi di Alif Stone Park Natuna.

Cukup satu kali jam session lewat PMK dzolim, tapi bisa dipertanggungjawabkan secara akademis dengan instrumen survei engagement. Perlu banyak mengajak pecandu kopi yang berjiwa jazzy dan penggila bola untuk terlibat nyata memajukan organisasi/negeri ini, salah satunya dalam http://www.perbendaharaankata.com/

“Jika kegagalan itu hujan, keberhasilan adalah matahari, maka kita butuh keduanya untuk bisa melihat pelangi”.

el-bantani

pecandu kopi, pencinta seni

@cup_of"joe", Jaksel

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun