Usaha Untuk Mengaburkan Fakta dan Radikalisme di Indonesia ( Tanggapan Tulisan Ahmad Indra : Pancasila Harga Mati-pun Radikal )
Kalau Rocky Gerung yang mencoba mengaburkan makna Radikalisme, mungkin kita maklum, tapi ini diucapkan oleh eks ketum Muhamadiyah dua periode, 2005-2010 dan 2010 -2015, serta bekas utusan Presiden dalam bidang kerjasama antar Agama dan Peradaban. Bisa lihat di sini dan Di sini
Siapa lagi, kalau bukan Dien Syamsuddin. Walaupun pengalaman dan jabatan di pemerintahan, sejak masa orde baru, hingga Ketum Organisasi Islam terbesar di Indonesia, tidak menjamin kalau pengetahuannya luas dan mengerti tatanan Hukum di Indonesia.
Pada media CNN, tgl 28 Nov 2019 yang lalu, Dien Syamsuddin menyebut orang yang mengatakan Pancasila harga mati juga radikal. Sumber
Dien lupa kalau Pancasila sebagai dasar Negara tercantum dalam pembukaan UUD 1945 dan telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Mengganti Pancasila berarti mengubah Pembukaan UUD 1945. Merubah Pembukaan UUd 1945 berarti membubarkan Negara Kesatuan RI.
Jadi ya Dien, mengatakan Pancasila harga mati, bukan radikal tapi menegakkan Hukum yang berlaku di Republik Indonesia.
Berbeda dengan orang yang mencoba menegakkan kepercayaan atau agamanya dengan menentang hukum yang telah berlaku di NKRI.
Mengikuti ajaran agama-nya secara kaafah atau lurus tidak salah, tapi baru menjadi masalah jika dengan keyakinannya itu lalu seenaknya tidak mau mengikuti aturan hukum yang berlaku di Indonesia. Orang-orang inilah yang pantas disebut radikal.
Bercelana cingkrang silahkan saja, tapi apabila bekerja sebagai ASN dan sudah ada ketentuan cara berpakaian, ya seharusnya mengikuti aturan hukum sebagai ASN. Bukan malah ngotot mempertahankan Celana cingkrangnya sebagai alasan keyakinan agama-nya.
Di dalam Negara kesatuan RI sudah ada peraturan hukum yang pasti dan harus ditaati oleh semua Warga Negara Indonesia.
Tetapi, apabila ada orang yang melanggar ketentuan hukum Negara dengan alasan tidak sesuai dengan ajaran agamanya. Maka jelas sekali orang itu disebut radikal.