Ibarat kata "Perjuangan Memang Tiada Henti" Itulah yang sedang dirasakan oleh masyarakat pegunungan kendeng, mereka berjuang untuk memerdekakan tanah mereka dari penambang batu gamping.Â
Penambangan gamping membuat lingkungan mereka tercemar. Sawah, jalan, dan lingkungan sekitar rusak akibat aktivitas penambangan maupun lalu lalang truk penambang tersebut. Sejatinya kawasan pegunungan kendeng yang melintang dari Kabupaten Kudus hingga ke Kabupaten Bojonegoro itu memang terkenal subur, sumber air dan karst masih alami.
Perjuangan dari perwakilan masyarakat sebagai bentuk advokasi kepada pemerintah sering dilakukan. Sebut saja Punakawan, KPPL Pati, dan kartini kendeng "Yu Patmi". Hingga kini, perjuangan warga pegunungan Kendeng, Jawa Tengah, masih berlangsung. Mereka meminta pemerintah untuk menghentikan penambangan di kawasan desa mereka. Warga juga masih menolak kegiatan pabrik semen PT Semen Indonesia di sana.
Setelah beberapa kali melakukan aksi, pihak perwakilan petani Kendeng berkesempatan bertemu Presiden Joko 'Jokowi' Widodo. Pertemuan tersebut menghasilkan kesepakatan untuk melakukan kajian lingkungan hidup strategis (KLHS) di sekitar pegunungan Kendeng Utara meliputi Kabupaten Rembang, Grobogan, Pati, Blora, Lamongan, Bojonegoro, Tuban, dan Lamongan.
Mengutip pernyataan Gunretno, juru bicara Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JM-PPK). Ia mengatakan bahwa tahap pertama KLHS di Rembang selesai pada 12 April 2017.Â
Sementara, KLHS kedua selesai pada akhir Juni 2018. Sesuai perintah Undang-Undang No. 23 Tahun 2009 tengan Perlindungan Pengelolaan Lingkungan Hidup, menurutnya, masyarakat berhak menuntut KLHS ketika melihat kegiatan atau kebijakan yang merusak lingkungan.
Namun, warga Kendeng belum bisa bernapas lega. Kendati telah dilaksanakan sesuai arahan presiden, hingga saat ini KLHS tidak diimplementasikan dengan baik, Karena masih adanya perizinan menambang. Namun apadaya petani hanyalah rakyat kecil, tentu sulit akan melawan. Hingga kini, izin penambangan di lingkungan pegunungan Kendeng masih berlangsung. Warga pun masih setia memperjuangkan nasib sebangaimana pelaksanaan aturan KLHS yag murni dan fair.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H