Tulisan ini merupakan skripsi saya yang di bawah bimbingan Prof. Dr. M.R. Andri Gunawan Wibisana, S.H. LL.M, Â yang ditulis sebagai salah satu syarat untuk lulus dari Fakutlas Hukum Universitas Indonesia. Skripsi tersebut diuji pada tanggal 11 November 2020 oleh Dr. Harsanto Nursadi, S.H., M.Si., Wiwiek Awiati, S.H., M.H., Hendriani Parwitasari, S.H., M.Kn., Savitri Nur Setyorini, S.H., M.H.Â
Tulisan ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan kritik mengenai Amdal baik dari apsek prosedur, substansi, dan keterkaitannya dengan beragam instrumen lingkungan hidup lainnya.Â
Skripsi ini juga membahas mengenai perkembangan perizinan lingkungan dalam Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, PP No. 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan, PP No. 24 Tahun 2018 tentang Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik, dan Undang-Undang Cipta Kerja. Selain itu, membahas dan memberikan kritik mengenai partisipasi publik, perizinan di bidang lingkungan hidup, dan pengadilan tata usaha negara. Besar harapan saya agar tulisan ini dapat menambah diskursus dalam ilmu hukum, serta mendorong agar kaidah-kaidah ilmiah dan partisipasi publik menjadi landasan dan pertimbangan bagi pengambilan keputusan baik oleh pemerintah, maupun lembaga peradilan.
Saya sangat senang ababila warganet sekalian berkenan untuk mengajukan kritik dan masukan terhadap tulisan tersebut.
Absrak
Amdal merupakan instrumen yang penting dalam pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia. Dengan diaturnya Amdal dalam sistem hukum, diharapkan berbagai keputusan tentang penyelenggaraan kegiatan atau usaha didasari oleh suatu kajian mengenai dampak penting yang ditimbulkan. Namun penerapan Amdal tidak selalu berjalan dengan baik, dalam berbagai kasus ditemui pihak yang merasa dirugikan akibat pejabat yang menerbitkan keputusan tata usaha negara yang mensyaratkan Amdal, berdasarkan Amdal yang tidak partisipatif, tidak ilmiah, tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, atau bahkan tidak dilengkapi Amdal sama sekali. Salah satu langkah yang dapat dilakukan oleh pihak yang merasa dirugikan oleh suatu keputusan tata usaha negara adalah mengajukan gugatan ke pengadilan tata usaha negara untuk memohon pembatalan keputusan tata usaha negara. Penelitian ini menunjukan bahwa permasalahan Amdal dipertimbangkan oleh hakim sebagai dasar untuk membatalkan berbagai keputusan tata usaha negara yang mencakup keputusan kelayakan lingkungan hidup, izin lingkungan, izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, dan izin usaha. Lebih jauh lagi, penelitian ini juga menunjukan bahwa keberadaan Amdal tidak menghalangi gugatan administratif. Melainkan suatu keputusan tata usaha negara tetap dapat dibatalkan oleh hakim apabila Amdal yang mendasarinya tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan kaidah-kaidah ilmiah.
Selengkapnya:
Amdal Sebagai Dasar Hakim Membatalkan Keputusan Tata Usaha Negara (PDF)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H