Bila alasannya demi memuluskan masa jabatan presiden tiga periode, rasanya terlalu naif. Selain Presiden Jokowi telah berikrar bahwa tidak setuju dengan penambahan masa jabatan presiden, Â saya rasa tanpa Partai Demokrat pun, koalisi pemerintah yang duduk di kursi DPR RI telah lebih dari cukup untuk merubah undang-undang dari dua periode menjadi tiga periode.Â
Kalaupun memang Presiden Jokowi terlibat, saya rasa alasan yang paling memungkinkan adalah kepentingan Pilpres 2024. Maksudnya, sebagai petugas partai dari PDI Perjuangan, Jokowi boleh jadi dibebani oleh partainya untuk memuluskan calon penggantinya dari pihak koalisi pemerintah. Atau lebih tepatnya calon dari PDI Perjuangan, yakni Puan Maharani.Â
Sejauh ini nama Puan digadang-gadang bakal dipasangkan dengan Prabowo Subianto. Namun demikian, pasangan ini belum benar-benar aman bisa memenangkan Pilpres 2024, mengingat adanya ketimpangan elektoral. Prabowo selalu konsisten berada di papan atas elektabilitas hasil survei, sementara Puan justru sebaliknya tak pernah beranjak dari peringkat bawah.Â
Kekhawatirannya, bila PKS yang selama ini konsisten berada di kubu oposisi berhasil menggandeng Partai Demokrat bila masih dikendalikan AHY dan SBY, bukan mustahil bisa menarik partai lainnya untuk bergabung. Hal ini jelas akan semakin mengancam. Maka, demi menghindari bergabungnya PKS dan Demokrat sebagai dua partai oposisi yang bisa dikatakan konsisten, salah satu caranya merebut kepemimpinan partai mercy agar akhirnya bisa bergabung dengan koalisi pemerintah.Â
Analisis ini mungkin masih sangat lemah. Tapi, sejujurnya saya tidak melihat kepentingan lain Presiden Jokowi jika benar-benar terlibat dan merestui KSP Moeldoko merebut Partai Demokrat.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H