Mohon tunggu...
Elang Salamina
Elang Salamina Mohon Tunggu... Petani - Serabutan

Ikuti kata hati. Itu saja...!

Selanjutnya

Tutup

Politik

Trik dan Intrik SBY "Miliki" Partai Demokrat

2 Maret 2021   13:10 Diperbarui: 2 Maret 2021   13:17 614
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

MUNGKIN tak sedikit yang beranggapan bahwa lahirnya Partai Demokrat adalah gagasan dan ide Presiden ke-6 Indonesia, Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY). Hal ini tentu merujuk pada perkembangan politik internal partai berlambang mercy itu, dimana Keluarga Besar Cikeas seolah merasa punya hak lebih besar dibanding dengan kader atau petinggi partai lainnya.

Indikasi bahwa Keluarga Besar Cikeas sebagai pemilik partai tergambar dari begitu mudahnya Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) meneruskan estafet kepemimpinan SBY menjadi Ketua Umum Partai Demokrat pada tahun 2020 lalu. Padahal, sebagaimana diketahui AHY bukanlah siapa-siapa di partai yang didirikan pada September 2001 tersebut. AHY hanya seorang anak kemarin sore yang tidak memiliki pengalaman luas soal berpolitik. 

Bila boleh dibandingkan, AHY jelas masih kalah pengalaman oleh Edhie Baskoro Yudhoyono atau Ibas. Adik kandung AHY ini merangkak dari bawah. Dia mengikuti alur dan jenjang karier organisasi partai.

Tapi, entah bagaimana caranya, AHY tiba-tiba saja terbang tinggi ke atas awan. Tanpa melalui proses berkepanjangan atau jenjang karir di partai politik, mantan tentara ini didaulat menjadi Ketua Umum Partai Demokrat secara aklamasi. Meminjam istilah Jhoni Allen Marbun, AHY langsung saja berada di puncak gunung tanpa melalui proses pendakian.

Pada awal-awal AHY menahkodai Partai Demokrat, mungkin saja publik tidak paham. Mereka beranggapan hal lumrah bila SBY "mewariskan" Partai mercy pada putra sulungnya itu.

Namun, seiring perjalanan waktu, terutama saat isu kudeta mencuat, sedikit demi sedikit tabir mulai terbuka. Ternyata, Partai Demokrat bukan milik seutuhnya Keluarga Besar Cikeas. Partai Demokrat adalah partai terbuka dan siapapun kader atau pihak luar yang mampu dan sejalan dengan visi misi partai bisa menjadi ketua umumnya. 

Bahkan, berdasarkan beberapa pengakuan petinggi partai, salah satunya dari Jhoni Allen Marbun, yang berseliweran di pemberitaan media massa, SBY sama sekali bukan pendiri Partai Demokrat. Nama SBY baru bergabung ketika telah keluar dari Kabinet Gotong Royong Presiden Megawati Soekarnoputri tahun 2003.

Seperti diketahui, Partai Demokrat berdiri pada tanggal 9 September 2001, dan yang menjadi Ketum pertama partai adalah Subur Budhi santoso hingga tahun 2005. Kemudian dilanjutkan oleh Hadi Utomo dari tahun 2005-2010. Dari Hadi Utomo, estafet kepemimpinan beralih ke tangan Anas Urbaningrum.

Perjalanan Anas menahkodai partai tidak berlangsung mulus karena terjerat kasus korupsi mega proyek hambalang. Anas lengser pada tahun 2013 melalui proses Kongres Luar Biasa (KLB). Dari sinilah awal perjalanan sejarah Partai Demokrat hingga akhirnya seolah diklaim menjadi milik Keluarga Besar Cikeas.

Diketahui, pada KLB yang diselenggarakan di Bali pada Maret 2013, SBY terpilih menjadi Ketua Umum Partai Demokrat secara aklamasi. Wajar, saat itu pengaruh SBY sangat besar karena masih menjabat sebagai Presiden RI.

Namun, terpilihnya SBY bukan semata-mata karena alasan sebagai presiden, melainkan dipenuhi oleh segala trik, intrik dan inkonsistensi politik, hingga akhirnya mampu menguasai dapur Partai Demokrat sepenuhnya. Paling tidak hal tersebut dilontarkan oleh beberapa mantan petinggi yang kecewa atas apa yang terjadi hari ini.

Lalu apa saja trik, intrik dan inkonsistensi politik SBY tersebut? 

Gede Pasek Suardika salah seorang mantan petinggi Partai Demokrat, melalui akun twitternya mengatakan, SBY adalah orang yang tidak konsisten dengan ucapannya. Pada KLB 2013, pihaknya berada di kubu Anas Urbaningrum. Saat itu, SBY meminta dukungannya agar bisa jadi ketum partai dan menjanjikan akan mengakomodir para loyalis Anas untuk duduk di kepengurusan pusat. Namun, apa yang dijanjikannya itu tidak terbukti. Tidak ada satu orang pun loyalis Anas yang dipercaya jadi pengurus.

Jhoni Allen Marbun, mengatakan demi mendapatkan kursi ketum partai, SBY langsung membentuk presidium penyelamatan partai yang diketuai olehnya sendiri, dengan dalih Anas tengah terjerat kasus hukum. Padahal, kala itu status Anas belum menjadi tersangka. Trik ini sukses besar. SBY terpilih jadi Ketua Umum Partai Demokrat pada KLB 2013.

Terbaru, ada pengakuan dari mantan Sekjen Partai Demokrat, Marzuki Alie. Demi memuluskan langkahnya menjadi ketum partai, SBY meminta Marzuki untuk tidak mencalonkan diri. Padahal peluang dia menjadi pimpinan tertinggi Partai Demokrat sangat besar, karena telah didukung lebih dari 55 persen pemilik suara. Tidak hanya itu, mantan Ketua DPR RI ini punya modal cukup besar mengingat pada kongres pemilihan ketua umum 2010, dia menempati urutan kedua setelah Anas. 

Marzuki pun tidak keberatan, karena SBY berjanji hanya akan menjabat dua tahun saja. Artinya hanya meneruskan sisa jabatan yang dilepas Anas Urbaningrum hingga tahun 2015. Namun, lagi-lagi SBY ingkar janji. Pada Kongres 2015, SBY kembali maju dan terpilih jadi Ketua Umum Partai Demokrat periode 2015-2020.

"Memang benar dilobi SBY. Pak SBY jelas mau maju, kalau bapak mau maju ya sudah, kader-kader yang saya konsolidasikan ini saya arahkan. Memang betul mau maju, janjinya cuma 2 tahun. Ya, saya mundur," kata Marzuki. Dikutip dari CNN Indonesia. 

Masih dikutip dari CNN Indonesia, Marzuki mengetahui SBY mau maju dari Jhoni Allen.

"Jhoni Allen minta saya untuk tidak meneruskan maju. Bahwa pak SBY ingin menggantikan Anas 2 tahun saja. Mengantarkan hingga di Kongres 2015," kata Marzuki. 

Marzuki menanyakan kabar itu langsung ke SBY. Dalam kesempatan itu SBY mengkonfirmasi soal keinginan maju sebagai calon ketua umum. Marzuki pun legowo. Ia mengundurkan diri sebagai kandidat calon ketua umum Demokrat di KLB 2013 demi alasan kebaikan bersama. Marzuki mundur, namun tetap memegang janji SBY yang ingin menjabat hanya sampai Kongres 2015.

Namun, Marzuki kembali harus kecewa dan mundur kembali dari pencalonan karena ternyata SBY masih belum rela melepaskan jabatannya tersebut.

Dari sini bisa kita lihat, SBY ingin menjadikan Partai Demokrat yang terbuka menjadi sebuah partai keluarga. Buktinya, saat masa jabatan SBY sebagai ketua umum habis pada tahun 2020, tidak rela jabatan tertinggi partai dikendalikan pihak luar. Maka, dengan segala upayanya, jabatan ketua umum partai turun ke AHY.

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun