Mohon tunggu...
Elang Salamina
Elang Salamina Mohon Tunggu... Petani - Serabutan

Ikuti kata hati. Itu saja...!

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

SP3 Kasus Chat Mesum HRS Dicabut, Ada Unsur Politik?

29 Desember 2020   20:14 Diperbarui: 29 Desember 2020   21:14 345
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


MIRIS nian nasib Imam Besar Front Pembela Islam (FPI), Habib Rizieq Shihab (HRS). Kepulangannya ke tanah air setelah menetap tiga tahun lebih di Negara Arab Saudi berbuah petaka. 

Setibanya di tanah air yang disambut ratusan ribu pendukungnya, HRS langsung disentil selebritis tanah air, Nikita Mirzani. Artis sarat sensasi ini menyebut pimpinan FPI tersebut tukang obat. 

Rupanya ini awal petaka HRS. Bukannya sadar dan paham dengan sindiran tersebut, yang ada malah seperti menantang. Nikita diserang balik dengan sebutan lonte. Dan, kerumunan massa di tengah pandemi terus dilakukan. 

Setidaknya ada tiga kegiatan kerumunan massa pasca penjemputan. Yaitu, akad nikah putri HRS, peringatan maulid nabi dan peletakan batu pertama bangunan Mesjid Markaz Syariah, Megamendung, Bogor. 

Tidak adanya tindakan dari pemerintah makin membuat HRS dan pendukungnya terlena. Rencananya mereka akan menciptakan kerumunan massa yang jauh lebih besar. Yaitu, reuni akbar PA 212. Rencananya acara ini bakal digelar di Monas, Jakarta. 

Sebelum terwujud, pemerintah keburu bangun dari tidurnya. Melalui aparat keamanannya, TNI dan Polri langsung bertindak tegas. Atribut HRS dicopoti, reuni akbar tidak diberi izin, dan HRS pun akhirnya ditahan. Pimpinan FPI tersebut sebelumnya dua kali mangkir dari panggilan Polda Metro Jaya. 

Meski ditahan, masih ada segumpal harapan dari pendukungnya bahwa HRS bakal bebas. Caranya melalui aksi massa menuntut pembebasan sang habib di berbagai daerah. Namun, pemerintah kali ini sudah tak mau kompromi. Seluruh aksi massa, termasuk aksi 1812 gagal total. HRS tetap saja mendekam dalam penjara. 

Kemudian, tak ada hujan tak ada angin, tiba-tiba pihak PTPN VIII melayangkan surat somasi terhadap HRS atas berdirinya bangunan Pondok Pesantren Agrokultural Markaz Syariah, Megamendung, Bogor. Ternyata lahan yang selama ini dijadikan pesantren milik HRS tersebut merupakan lahan dari perusahaan tersebut. 

PTPN memberi waktu tujuh hari sejak somasi dilayangkan, agar pengurus pesantren dan yang lainnya segera angkat kaki. Bila tidak, akan dilanjutkan proses hukum. 

Dari rentetan peristiwa di atas, sudah jelas bahwa pemerintah sudah tidak ingin main-main lagi dengan HRS dan FPI. Pemerintah menghendaki segala sengkarut ini segera dihentikan. 

Namun, sepertinya nasib apes HRS tak berhenti di situ. Tadi sore, pada program acara Kabar Petang TV One, ada berita yang cukup mengagetkan penulis. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun