PERSETERUAN antara Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Panjaitan (LBP) dengan mantan Sekretaris Kemnterian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Muhamad Said Didu sepertinya masih akan terus berlanjut.
Ibarat dalam pertandingan sepak bola, pertandingan tidak bisa diselesaikan hanya dengan babak normal 2x45 menit. Melainkan harus dilanjutkan pada babak tambahan, untuk memastikan siapa pemenangnya.
Memang, dalam persteruan LBP dengan Didu tentunya bukan perkara menang kalah. Tapi, tentang konsekwensi, harga diri dan komitmen.
Seperti diketahui, perseteruan antara pejabat tinggi negara dan mantan pejabat ini dipicu oleh  pernyataan Said Didu dalam unggahan video berjudul MSD : LUHUT HAHYA PIKIRKAN UANG, UANG DAN UANG.
Tak hanya itu, pria kelahiran Pinrang, Sulawesi Selatan ini pun menyoroti persiapan pemindahan ibu kota negara dan menghubungkannya dengan penanganan covid-19. Didu menilai pemerintah lebih memprioritaskan ibu kota baru di atas permasalahan lainnya.
Tak pelak, pernyataan Didu ini mendapat reaksi cukup keras dari pihak LBP. Melalui Juru Bicara Kementerian Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves), Jodi Mahardi, sahabat Rocky Gerung ini diberi waktu 2x24 jam untuk memohon maaf pada pihak LBP. Jika tidak, Didu akan dibawa pada jalur hukum.
Alih-alih memohon maaf, Didu malah menjawab ancaman tersebut dengan mengirimkan surat klarifikasi, yang intinya menerangkan bahwa Isi surat itu adalah semua pernyataan dia hanyalah bentuk kritikan saja.
"Pernyataan saya yang menyatakan bahwa Pak Luhut hanya memikirkan uang,uang, dan uang merupakan rangkaian tidak terpisahkan dari analisis," kata Said Didu dalam konferensi video pada Selasa (07/04/20). Dikutip dari Kumparan.com.
Menurut Didu, ucapannya itu bukan tanpa dasar. Melainkan hasil analisa yang dia lakukan terhadap beragam kebijakan pemerintah. Menurutnya, dalam penanganan wabah virus corona, pemerintah dan Luhut terlalu menitik beratkan pada sektor ekonomi dibanding dengan keselamatan masyarakat.