"Jika [lockdown] 21 hari ini tak dilakukan, negara dan keluarga anda akan kembali 21 tahun... Saya tidak mengatakan ini sebagai perdana menteri, saya mengatakan ini sebagai rakyat, anggota keluarga," tambah Modi.
Di bawah kebijakan lockdown itu, jika ada yang melanggar pemerintah India memberikan ancaman maksimal dua tahun penjara dan denda yang tak disebutkan.
Menurut hemat penulis, permohonan maaf Modi memang sudah selayaknya. Sebab kebijaknnyalah jutaan penduduk di India mengalami berbagai kesulitan. Tidak saja dicekam rasa khawatir akan ancaman virus corona. Tapi, juga ancaman kehidupan sosial dan ekonominya.
Cuma, sayang permohonan maaf Modi ini, menurut penulis adalah permohonan maaf yang telat dan sia-sia, sebab, segalanya sudah terjadi. Kerumunan atau gerombolan masyarakat dan kesulitan ekonomi sudah terjadi.
Mestinya, sebelum lockdown diterapkan, pemerintah setempat (India) memikirkan bagaimana dampak yang bakal terjadi lalu menyiapkan solusinya.
Jika, hal itu sudah direncanakan dan disiapkan matang. Sebut saja menyiapkan segala ragam logistik untuk memenuhi kebutuhuannya selama lockdown, penulis rasa kekacauan yang terjadi kemarin, Minggu (29/30/20) bisa diminimalisir bahkan bisa tidak terjadi.Â
Sebab, sekalipun mereka diwajibkan tidak melakukan aktifitas dan tetap di rumahnya masing-masing, tidak akan bereaksi berlebihan, karena sudah tidak perlu lagi memikirkan isi perut keluarganya.
Namun begitu, ada istilah tidak ada kata terlambat dalam memohon kata maaf. Seperti halnya apa yang diungkapkan Modi. Tapi, tentu saja tidak cukup kata maaf, karena tidak akan mengubah keadaan jika tidak dikuti dengan kebijakan-kebijakan yang sesuai dengan keinginan masyarakat.
Dalam hal ini, pemerintah India harus kembali mengindentifikasi masyarakatnya yang terlibat dalam kerumunan dan gerombolan yang memaksa pulang ke desanya masing-masing. Sebab kemungkinan sudah terjadi penyebaran virus yang besar.