MASIH ingat saat banjir besar hampir mengepung sebagian besar Kota DKI Jakarta yang terjadi pada awal tahun baru 2020 lalu?
Ya, banjir yang disebabkan curah hujan ekreem bahkan disebut-sebut paling ekstreem dalam catatan sejarah Badan Metereologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) serta air kiriman dari bogor mengakibatkan ratusan ribu penduduk harus dievakuasi dan diungsikan. Sedangkan, puluhan orang lainnya dinyatakan meninggal dunia.
Di tengah-tengah kesibukan menangani korban banjir, pemandangan kurang elok dipertontonkan para pejabat negeri.
Apa pasal?
Ya, alih-alih konsentrasi penuh terhadap penanganan korban banjir, Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan malah sedikit disibukan adu argumentasi dengan pejabat di pemerintahan pusat. Tidak hanya satu orang, tapi dua orang sekaligus.
Yaitu, terjadi silang pendapat dengan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono dan dengan orang nomor 1 di republik ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Basuki mengatakan bahwa banjir yang terjadi di DKI Jakarta disebabkan pelaksanaan normalisasi Sungai Ciliwung yang masih belum dilaksanakan oleh pemerintahan Anies Baswedan.
Namun, pernyataan Basuki ini ditepis Anies Baswedan. Dalihnya, normalisasi tidak bisa mengatasi banjir. Karena ada sebagian wilayah yang sudah dinormalisasi, tetap saja terjadi luapan banjir.
Sementara Presiden Jokowi menyebut bahwa salah satu penyebab terjadinya banjir di DKI Jakarta pada awal tahun baru tersebut disebabkan kerusakan ekosistem dan ekologi. Disamping masih banyaknya masyarakat Jakarta yang membuang sampah sembarangan.
Lagi-lagi, Anies dengan kepiawaian berkata-katanya membantah apa yang diucapkan Presiden Jokowi soal banyaknya sampah yang menjadi salah satu penyebab banjir.
Menurut Anies, terkait pernyataan tentang banyaknya sampah menjadi penyebab banjir harus dicek kembali. Pasalnya, ada beberapa wilayah yang produksi sampahnya sedikit tetap saja terdampak banjir.