SEJATINYAÂ saat Presiden Jokowi memilih dan melantik para menteri yang tergabung dalam Kabinet Indonesia Maju (KIM) guna membantu tugas presiden dan wakilnya demi keberlangsungan dan kelancaran program nasional.
Muaranya jelas, demi kesejahteraan dan peningkatan taraf hidup masyarakatnya. Baik secara ekonomi, sosial, agama dan budaya. Ya, itulah idealnya tujuan dari adanya pemerintahan.
Apakah Presiden Jokowi dan wakilnya, Ma'ruf Amin sudah tepat memilih dan melantik para pembantunya yang saat ini tergabung dalam KIM?
Jawabannya tentu bakal gampang-gampang susah. Lantaran, patut diakui ada sebagian menteri yang tampak fokus dan profesional menjalankan tugasnya, meski hasilnya bisa jadi belum begitu dirasakan oleh masyarakat secara langsung.
Sebut saja, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Tohir. Ya, sebagaimana sering kita baca dan tonton di layar kaca, kinerja mantan Boss Inter Milan, Klub Sepak bola Serie A Italia ini sejak dilantik langsung membuat gebrakan dengan melakukan langkah "bersih-bersih" di lingkungan kerjanya.
Terus lagi ada nama Nadiem Makarim yang dipercaya jadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Mantan CEO Gojek ini begitu fokus dan serius terhadap dunia pendidikan paradigma barunya. Salah satu gebrakan nyatanya adalah penghapusan Ujian Nasional (UN).
Di luar kedua nama itu, nama lain yang patut diapresiasi kinerjanya adalah Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono, Menteri Luar Negeri (Menlu), Retno Marsudi dan Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani.
Dari nama-nama yang disebut di atas, seluruhnya adalah nama-nama menteri dari kalangan profesional. Wajar, jika mereka mampu bekerja dengan profesional pula.
Masalahnya bagaimana kinerja menteri yang asal keberangkatannya dari partai politik. Ini yang menjadi sorotan dalam beberapa waktu terakhir.
Pasalnya, hampir rata-rata menteri dari kalangan politisi ini tampak lebih sibuk mengurusi partainya dibandingkan dengan urusan pemerintahan.
Padahal, dalam situasi saat ini yang tengah dihebohkan dengan penyebaran wabah virus corona (covid-19), seharusnya mereka lebih konsen dalam bekerja, termasuk memikirkan bagaimana dampaknya terhadap ekonomi, sosial, agama dan budaya.