Adapun, pernyataan sikap atau mosi tidak percaya ini datang dari TVRI Papua, Kalimantan Barat, Sulawesi Barat, NTT, Riau, NTB, dan Sumatera Barat.
"(Total) kurang lebih sekitar 4000-an (karyawan)," sambungnya.
Kendati ada pernyataan mosi tidak percaya, Agil menegaskan, bahwa para karyawan tetap berkomitmen untuk tetap bekerja secara profesional.
 "Tentu, kita tetap mengedepankan layar," tegasnya.
Apa yang diungkapkan Aqil sebagai perwakilan dari karyawan LPP TVRI sejujurnya sejalan dengan pemikiran penulis.
Jujur, semenjak bermunculannya televisi-televisi swasta nasional yang menawarkan banyak program-program yang sangat barvariasi dan menyentuh berbagai kalangan masyarakat. Penulis hampir tidak pernah menonton acara yang disiarkan oleh TVRI.
Maaf, bukannya tidak mendukung atau anti program-program yang ditawarkan lembaga penyiaran pelat merah ini. Namun, patut diakui, program-program yang ditawarkan TVRI tidak menarik dan ketinggalan jaman. Hingga wajar, perlahan namun pasti, TVRI mulai banyak ditinggalkan penggemarnya, termasuk penulis yang lebih memilih chanel lainnya.
Sampai tiba akhirnya, TVRI perlahan merias diri dengan mulai merubah setting ruangan penyiaran yang lebih mengikuti perkembangan jaman dan menayangkan program-program kekinian.
Sebut saja siaran langsung Liga Primer Inggris yang konon katanya bekerja sama dengan Mola TV, terus tayangan langsung turnamen bulutangkis, baik yang sifatnya inyernasional seperti Badminton World Federation (BWF) tour atau turnamen skup nasional. Bahkan, dengan istiqomahnya menyiarkan langsung turnamen tepak bulu ini, TVRI ditabsihkan sebagai "House Of Badminton".
Nah, dengan munculnya dua acara ini, penulis akui mulai sering kembali membuka chanel TVRI, yang selama ini sudah ditinggalkan. Bahkan, diyakini banyak juga diluaran sana yang sudah kembali melirik TVRI sebagai salah satu agenda tontonannya.