GELOMBANG arus protes dari mahasiswa, masyarakat penggiat anti korupsi terus terjadi di hampir pelosok negeri, ketika ada rencana bahwa Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) Nomor 30 tahun 2002 akan segera direvisi.
Protes itu terjadi karena revisi UU KPK tersebut berpotensi melemahkan lembaga antirasuah ini dalam gerakannya untuk memberantas tindakan korupsi yang kian marak di tanah air.
Ya, para pendemo yang didominasi mahasiswa ini menduga beberapa poin yang akan di revisi oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) tidak sejalan dengan semangat pemberantasan korupsi, seperti yang selalu digaungkan pemerintah selama ini.
Diantaranya adalah dibatasinya aksi pembajakan. Dalam hal ini harus terlebih dahulu memohon izin pada Dewan Pengawas. Lalu, KPK yang asalnya lembaga independen, bakal menyatu menjadi satu rumpun dengan eksekutif. Dalam hal ini, status pegawai KPK adalah Aparatur Sipil Negara (ASN).
Rupanya, segala protes dan aksi demo mahasiswa dan penggiat anti korupsi tersebut tidak membuat DPR bergeming dengan keputusannya. Akhirnya, tepat pada tanggal 17 September 2019, DPR berdasarkan kesepakatan dengan pemerintah, UU KPK baru hasil revisi pun di sahkan.
Sempat ada harapan, ketika Presiden Joko Widodo (Jokowi) melunak dan berencana akan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk membatalkan UU KPK versi revisi.
Namun, partai politik terutama PDI Perjuangan ngotot, tidak setuju atau dengan tegas menolak jika Presiden Jokowi menerbitkan Perppu.
Salah seorang Anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Hendrawan Supratikno, menegaskan, Fraksi PDIP berpandangan bagi mereka yang memprotes UU KPK baru sebaiknya menempuh mekanisme Judicial review (uji mayeri UU ke MK) dan legeslative review (upaya mengubah UU melalui DPR RI).
"Sedikit memakan waktu tetapi prosesnya lebih sehat, ada di jalur hukum, bukan dengan hasil tarik menarik kepentingan politik," ujar Hendrawan di Jakarta, Senin (8/10/2019), seperti dilansir CNN Indonesia.
Penolakan PDI Perjuangan terhadap penerbitan Perppu dan menjadi salah satu inisiator terhadap di revisinya UUK KPK Nomor 30 tahun 2002 menjadi UU KPK Nomor 19 tahun 2019, boleh jadi dirasakan manfaatnya saat ini.
Dalam hal ini berkenaan dengan kasus suap Komisioner KPU, Wahyu Setiawan yang terkait dengan penetapan pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI yang kebetulan menyeret kader dari partai yang berlambang banteng gemuk moncong putih, Harun Masiku.