Lihatlah kawan di ujung jalan itu, perempuan renta sedang memohon belas kasih insan, yang dijumpainya. Tubuh ringkih, pandangan sayu, gontai dan kumal. Dia hanya berbalut kain tipis. Menbungkuk, menahan beban beratnya kehidupan.
Apakah ini potret bangsaku? Pedih yang penuh kekhawatiran dasar.
Gemah ripa loh jinawi hanya stempel dalam angan.
Lihatlah kawan!Perempuan renta itu menatapku, mendekati lalu mengaja berbicara tentang hidup, cinta dan kasih sayang.
Sungguh tak kusangka, di balik kesulitan hidup, hatinya begitu damai meneterjemahkan siklus dunia, ada ketulusan pada jiwanya yang murni juga sehelai senja dengan keindahan di bola matanya yang begitu teduh, hingga aku ikut terlarut dalam kisahnya.
Tahukah kawan? Ibarat senja yang siap ditelan gelapnya malam, indahnya masih terngiang-ngiang di dalam pikiran. Itulah perempuan sejumput kisah perempuan renta yang kutemui di jalan pada siang yang paling terik ini.
Walaupun hidupnya telah berada ujung senja dengan tubuh yang merapuh dimakan usia, namun jiwanya masih sekuat batu karang.
Wujudnya seindah senja, yang tak pernah masuk bersama malam. Dan selalu dirindukan bagian bait-bait puisi yang gemar membahas panorama alam yang terlampau menarik perhatian.
Ya, dialah perempuan renta yang hadir bersama indahnya senja, saat jauh malam hendak sesegera mungkin menenggelamkannya untuk berganti gelapnya malam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H